Hikmah 224 dlm Al-Hikam:
“Sampai Kepada-Nya Artinya Mengetahui-Nya”
وُصُوْ لُكَ إِلَى اللهِ وُصُوْلُكَ إِلَى الْعِلْمِ بِهِ، وَ إِلَّا فَجَلَّ رَ بُّنَا أَنْ يَتَّصِلَ بِهِ شَيْءٌ، أَوْ يَتَّصِلَ هُوَ بِشّيْءٍ.
Sampaimu kepada Allah (wushul) adalah sampaimu kepada pengetahuan tentang-Nya karena mustahil Allah disentuh atau menyentuh sesuatu.
Sampai kepada ilmu yaqin/makrifat berarti: dengan mengetahui/meyakini bahwa Allah Ta’ala itu satu dalam Dzat, Sifat dan Af’al-Nya, Sempurna dalam kesempurnaan-Nya, dan meyakini kalau Allah Ta’ala itu lebih dekat kepadamu daripada dirimu.
Maksud dari muhal kalau sesuatu itu bertemu (bersambung) dengan Allah Ta’ala yaitu: seperti bertemu/bersambungnya sebagian bentuk/benda dengan bentuk lainnya, atau Allah Ta’ala itu bertemu (bersambung) dengan sesuatu: tidak ada dekat kepada Allah, dan sampai (wushul) kepada-Nya, seperti dekat, bertemu/sampainya bentuk/jisim.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Sampaimu kepada Allah Ta’ala, seperti yg di isyaratkan ahli tarekat, adalah sampaimu kepada penyaksian-Nya dengan mata batinmu. Inilah yg disebut dengan penyaksian langsung atau ‘ilmul yaqin (ilmu yakin) terhadap tajalli (penampakan) Allah Ta’ala dan limpahan kasih sayang-Nya.
Penyaksian ini juga disebut sebagai perkenalan langsung dengan mata dan perasaan fitrah. Para ahli syuhud berbeda-beda dalam mendapatkannya. Ada yg mendapatkan tajalli perbuatan Allah Ta’ala. Di sini, perbuatan mereka dan perbuatan selain mereka sirna melebur dalam perbuatan Allah Ta’ala. Mereka tidak melihat sosok pelaku sebuah perbuatan, kecuali Allah Ta’ala. Pada kondisi ini, mereka akan keluar dari ikhtiar dan usaha. Ini adalah tingkatan pertama sampainya seseorang kepada Allah Ta’ala (wushul).
Ada pula yg mendapatkan tajalli sifat² Allah. Di sini mereka akan berdiri penuh pengagungan dan kerinduan terhadap apa yg dilihat mata hati mereka, berupa keagungan dan keindahan Allah Ta’ala, Ini adalah tingkatan kedua sampainya seseorang kepada Allah Ta’ala.
Di antara mereka ada yg sampai kepada maqam kefana’an. Batinnya berisi cahaya keyakinan dan musyahadah. Ketika syuhud ia tidak lagi merasakan wujud dirinya. Ini adalah tajalli dzat yg berlaku pada kaum khusus dan orang² muqarrabin. Ini adalah tingkatan ketiga dalam wushul (sampainya seseorang kepada Allah Ta’ala).
Di atasnya lagi adalah tingkatan haqqul yaqin. Di dunia, tingkatan ini terjadi dalam bentuk lamh (pandangan sekilas), yaitu mengalirnya cahaya musyahadah di sekujur tubuh seorang hamba sampai ruhnya pun turut mendapatkannya, demikian pula hati dan jiwanya. Ini adalah tingkatan tertinggi wushul.
Dalam ‘Awarif Al-Ma’arif disebutkan, “Jika segala hakikat telah diraih, seorang hamba dengan ahwal yg mulia ini akan mengetahui bahwa dirinya masih berada di tingkatan pertama. Lantas bagaimana dengan wushul haqiqi ( wushul secara fisik)? Mustahil, karena jalan wushul tidak akan pernah terputus selamanya, sepanjang usia akhirat yg abadi. Lantas, bagaimana mungkin wushul haqiqi itu terjadi di umur dunia yg pendek ini?”
Yg dimaksud dengan wushul adalah sampainya kita kepada pengetahuan tentang Allah dengan media perasaan dan fitrah. Jika pengertiannya tidak demikian, berarti wushul kita tidak benar karena Allah Ta’ala tidak mungkin menyentuh atau disentuh sesuatu secara lahir maupun batin. Bagaimana mungkin Dzat yg tidak ada bandingannya akan bersentuhan dengan sesuatu yg memiliki bandingan. Padahal, syarat terjadinya persentuhan adalah adanya kesamaan sifat di antara keduanya. Sementara itu, secara mutlak, tak ada kesamaan antara Yang Maha Sempurna dengan sesuatu yg amat kurang sempurna. Wallaahu a’lam