Hikmah 223 dlm Al-Hikam:
لاَيَزِيدُ فِى عِزِّهِ اِقبَالُ مَنْ اَقْبَلَ عليهِ، ولاَ يَنْقُصُ من عِزِّهِ اِدْبارُ مَنْ اَدْبَرَ عَنْهُ.
Ketaatan seseorang tidak menambah kemuliaan-Nya dan pembangkangan seseorang tidak mengurangi kemuliaan-Nya.
Kemuliaan dan kejayaan Allah Ta’ala itu sifatnya azali dan langgeng, yakni: Allah Ta’ala Dzat yg mulia sebelum adanya makhluk, dan tetap mulia sesudah menjadikan makhluk, jadi kemuliaan Allah Ta’ala itu tidak dapat bertambah atau berkurang.
Dalam hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman:
لوأنّ اولكم واَخركم واِنسكم وجِنكم كانوا على أتقى قلب رجل واحد مازاد ذالك فى ملكى شيئاً، ولو أن اولكم واَخركم واِنسكم وجِنكم كانوا على أفجَرِ قلب رجلٍ واحدٍ مانقص ذالك من ملكى شيئاً
“Hai hamba-Ku, andaikan orang yg pertama hingga yg terakhir dari kamu, dari bangsa manusia dan bangsa jin, semua berbuat taqwa sebaik-baik hati seorang di antara kamu, maka yg demikian itu tidak menambah kekayaan-Ku sedikitpun, dan sebaliknya jika semua itu berbuat sejahat-jahat perbuatan seorang di antara kamu, maka yg demikian itu tidak mengurangi kekuasaan kerajaan-Ku sedikitpun.”
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Ketaatan seseorang tidak menambah kemuliaan-Nya karena kemuliaan Allah Ta’ala sudah menjadi salah satu sifat-Nya yg mencakup ketuhanan, kesombongan, dan kebesaran-Nya. Sifat² Allah Ta’ala itu amat sempurna dan terbebas dari penambahan atau pengurangan. Ini adalah penegasan dari hikmah sebelumnya bahwa tidak ada manfaat dan bahaya untuk Allah dari hamba²Nya. Wallaahu a’lam