Hikmah 220 dlm Al-Hikam:
مَا فَا تَ مِنْ عُمْرِ كَ لَا عِوَضَ لَهُ، وَ مَا حَصَلَ لَكَ مِنْهُ لَا قِيْمَةَ لَهُ.
Usiamu yg berlalu tidak dapat digantikan dan apa yg kau raih darinya tidak ternilai harganya.
Umur seorang mukmin itu sebagai pokok hartanya, dengan harta itu bisa beruntung bisa juga rugi, barang siapa bersungguh-sungguh maka dia akan beruntung, dan siapa yg menyia-nyiakan pasti akan merugi. Apabila waktu umurnya terlewatkan selain untuk taat kepada Allah Ta’ala, maka tidak ada gantinya, dan apabila telah pergi maka tidak akan kembali selamanya.
Rasulullah Saw. bersabda: “Setiap waktu yg telah lewat dari (umur) hamba, yg tidak untuk berdzikir kepada Allah pada waktu itu, besok di hari kiamat pasti menyesal dan merugi.”
Sayyidina Ali kw. berkata kepada Sayyidah Fatimah ra.: “Ketika membuat makanan, buatlah yg halus dan lunak (tidak keras), karena makanan yg lunak dan yg keras itu lima puluh kali tasbih bandingannya.”
Maka dari itu para Ulama’ Salafusshaleh sangat memperhatikan dan menjaga nafasnya, dan cepat² mencari keuntungan pada setiap masa dan waktu. Mereka tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Usiamu yg berlalu tidak akan pernah kembali lagi. Jika kau tidak melakukan amal shaleh di sepanjang usiamu, kau akan kehilangan kebahagiaan sebesar usiamu itu dan kau tidak akan mendapatkannya lagi.
Apa yg kau raih selama usiamu tak ternilai harganya dan tak bisa diukur dengan apa pun. Jika kau sibuk dengan hak² Allah Ta’ala selama usiamu, kau akan meraih kerajaan besar di akhirat, kemuliaan agung yg tidak akan fana. Oleh karena itu, para salafusshaleh amat memperhatikan setiap desah napas dan setiap detik waktu mereka dengan segera menggunakan kesempatan dan waktunya. Mereka senantiasa tidak puas dengan apa yg telah mereka lakukan untuk Tuhannya.
Dalam hadits disebutkan, “Waktu yg tidak dimanfaatkan seorang hamba untuk mengingat Allah akan menjadi waktu penyesalan baginya.”
Ada yg berkata, “Di hari kiamat, akan diperlihatkan kepada setiap hamba hari² yg telah dilaluinya dalam bentuk simpanan yg diletakkan berbaris-baris di dalam dua puluh lemari. Di setiap lemari, terdapat satu kenikmatan atas amal shaleh yg telah dilakukannya di dunia. Jika suatu ketika ia tidak melakukan amal shaleh, lemari itu terlihat kosong. la pun akan menyesalinya. Namun, saat itu penyesalan sudah tidak lagi berguna.” Wallaahu a’lam