Hikmah 215 dlm Al-Hikam:
“Allah Tidak Menerima Amal Dari Orang Musyrik Dan Hati Yang Musyrik”
كَمَا لَا يُحِبُّ الْعَمَلَ الْمُشْتَرَكَ، لَا يُحِبُّ الْقَلْبَ الْمُشْتَرَكَ، الْعَمَلُ الْمُشْتَرَكُ لَا يَقْبَلُهُ، وَالْقَلْبُ الْمُشْتَرَ كُ لَا يُقْبِلُ عَلَيْهِ.
Sebagaimana Allah tidak menyukai amal yg tak sepenuhnya untuk-Nya, Dia juga tidak menyukai hati yg tidak sepenuhnya untuk-Nya. Amal yg tidak sepenuhnya untuk-Nya tidak Dia terima dan hati yg tak sepenuhnya untuk-Nya tidak Dia pedulikan.
Amal yg dipersekutukan yaitu: amal/ibadah yg kemasukan salah satu dari tiga hal:
Riya’ (amal yg karena makhluk),
Tashannu’ (membaik-baikkan amal di hadapan manusia),
‘Ujub (merasa besar dan baik amalnya sendiri).
Sedangkan hati yg bersekutu yaitu: hati yg masih cinta kepada selain Allah Ta’ala, dan masih mengharap dan takut atau masih bersandar kepada selain Allah Ta’ala. Dan Allah Ta’ala hanya menerima amal yg ikhlas karena Allah Ta’ala, dan Allah Ta’ala hanya mau menghadapi orang yg dihatinya hanya ada Allah Ta’ala.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Amal yg tidak sepenuhnya adalah amal yg disertai riya’ dan kepura-puraan. Hati yg tidak sepenuhnya adalah hati yg di dalamnya ada kecintaan dan ketergantungan kepada selain Allah Ta’ala. Allah Ta’ala tidak menyukai amal dan hati seperti ini. Jika amal dan hati seperti itu, cinta, yg bermakna kecenderungan hati, mustahil diberikan untuk Allah Ta’ala.
“Allah tidak menyukai amal yg tak sepenuhnya untuk-Nya” bermakna bahwa Allah Ta’ala tidak akan menerima atau memberi pahala terhadap amal yg tidak sepenuhnya karena di dalamnya tidak ada keikhlasan. Ketidaksukaan Allah Ta’ala terhadap hati yg seperti itu bermakna bahwa Allah Ta’ala tidak meridhai pemiliknya dan tidak memberinya pahala karena di dalamnya tidak ada ketulusan.
Siapa yg memperbaiki amalnya dengan ikhlas dan menghiasi ahwal hatinya dengan ketulusan, ia akan dicintai Allah Ta’ala, diberi pahala, dan diridhai-Nya. Jika tidak, Allah Ta’ala pun tidak akan meridhai dan memberinya pahala. Wallaahu a’lam