Hikmah 200 dlm Al-Hikam:
رُبَّمَا عَبَّرَ عَنِ الْمَقَا مِ مَنِ اسْتَشْرَفَ عَلَيْهِ, وَرُبَّمَا عَبَّرَ عَنْهُ مَنْ وَصَلَ إِلَيْهِ, وَذَلِكَ مُلْتَبِسٌ إِلَّا عَلَى صَا حِبِ بَصِيْرَةٍ.
Bisa jadi, yg menjelaskan perihal maqam adalah orang yg belum sampai kesana. Bisa jadi pula, yg menjelaskannya adalah orang yg telah sampai kesana. Semuanya samar, kecuali bagi orang yg memiliki ketajaman bashirah/mata hati.
Hikmah ini sebagai lanjutan hikmah ke sebelumnya, yg perlu kita perhatikan, ada orang yg menerangkan suatu maqam karena mengambil dari keterangan kitab, atau menghafal kata² para ulama’ shufiyyah, lalu diterangkan pada orang lain. Berbeda dengan orang² yg sudah sampai pada maqam itu, yg berbicara tentang maqam itu biasa saja, seperti berbicara tentang lainnya.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Bisa jadi, orang yg menjelaskan perihal maqam, seperti maqam zuhud, maqam wara’, dan maqam tawakkal, adalah orang yg belum sampai ke maqam tersebut, bisa jadi pula orang yg memang sudah sampai. Kedua kondisi itu amat sulit dibedakan, kecuali oleh orang yg memiliki bashirah/mata hati karena ia mampu melihat gambaran batin seseorang.
Orang yg belum mencapai maqam biasanya senang membicarakan maqam. la menganggapnya sebagai sesuatu yg luar biasa. Ia juga merasa dirinya hebat karena sebentar lagi akan sampai kesana. Lain halnya dengan orang yg sudah mencapai maqam. Ia membicarakan maqam-nya dengan biasa² saja, seperti berbicara tentang hal lain.
Mungkin juga, orang yg menjelaskan perihal maqam ini adalah orang yg menukilnya dari sebuah kitab sembari menjaga ahwal-nya dari kebiasaan bicara orang² sehingga tak heran jika akhirnya ia dianggap sebagai orang yg sudah mendapatkan maqam itu. Untuk mengenali orang seperti ini, kita harus menerapkan kaidah² ilmu. Jika ia selalu banyak menjawab, cenderung fanatik dan egois, berarti ia hanya seorang pendusta yg mengaku-aku telah mendapatkan sebuah maqam. Wallaahu a’lam