Hikmah 198 dlm Al-Hikam:
عِبَارَاتُهُمْ إِمَّا لِفَيَضَا نِ وَجْدٍ أَوْلِقَصْدِ هِدَ ايَةِ مُرِيْدٍ, فَا لْأَوَّل ُحَالُ السَّالِكِيْنَ وَالثَّانِي حَا لُ أَرْبَابِ الْمَكِنَةِ وَالْمُحَقِّقِيْنَ.
Kata²/keterangan orang yg menerangkan (ilmu makrifat), itu ada kalanya muncul karena luapan perasaan dalam hatinya yg tidak dapat ditahan, atau karena tujuan memberi petunjuk pada murid. Yg pertama itu hal keadaan seorang salik, sedang yg kedua hal keadaan orang yg sudah matang dan mendalam dalam makrifatnya kepada Allah (ahli tahqiq).
Jika seorang salik (berjalan menuju Allah), itu berkata-kata/menerangkan ilmu makrifat, yg bukan karena luapan apa yg dirasakan dalam hatinya, berarti ia hanya merupakan pengakuan yg palsu belaka, demikian pula orang yg mendalam ilmu makrifatnya, jika bicara tidak untuk memberi petunjuk kepada murid, berarti ia telah membuka rahasia yg tidak di izinkan. Yg seharusnya ia diam tidak bicara sebab ia selalu dalam adab terhadap Allah.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Ungkapan para peniti jalan Allah tentang ilmu dan makrifat yg mereka temukan dalam batin mereka bisa jadi keluar karena luapan perasaan yg mereka alami di dalam hati. Mungkin, hati mereka sempit sehingga tanpa mereka sadari, dari sana mengalir dengan deras apa yg bersemayam di dalamnya. Persis seperti sebuah bejana kecil yg dipenuhi air, tentu air itu akan tumpah ruah keluar. Bisa jadi juga, ungkapan itu keluar karena mereka ingin memberikan petunjuk kepada murid. Walaupun hati mereka luas, mungkin mereka akan menahan isinya sehingga tak satu pun yg keluar dari hati itu.
Kondisi pertama adalah kondisi yg dialami seorang salik atau orang yg baru mulai meniti jalan menuju Allah. Di sini mereka tidak diberi izin untuk mengungkapkan isi hatinya karena mereka masih dikuasai luapan perasaan. Sementara itu, yg kedua adalah kondisi para muhaqqiq atau orang yg sudah sampai kepada Allah. Mereka diberi izin untuk mengungkapkannya karena ungkapan mereka mengandung bimbingan dan hidayah bagi orang lain.
Jika seorang salik mengungkapkan isi hatinya tanpa dikuasai perasaan, ungkapannya itu sama saja dengan sebentuk pengakuan. Jika seorang muhaqqiq mengungkapkannya tanpa niat memberi hidayah kepada murid, tindakannya itu sama dengan menyebarkan rahasia terlarang. Seorang muhaqqiq harus bersikap diam tak banyak bicara karena ia sedang berada di hadirat Allah, menerima yg datang ke dalam hatinya, berupa keajaiban ilmu dan pemahaman. Wallaahu a’lam