Hikmah 183 dlm Al-Hikam:
إلى المشِيْـءَـةِ يَسْـتَـنِدُ كُلَّ شَىءٍ وَلاَ تَسْـتـنِدُ هِي الَى شَىءٍ
Segala sesuatu tergantung Kehendak-Nya, bukan Kehendak-Nya bergantung pada segala sesuatu.
Segala yg ada ini muncul karena kehendak Azali-Nya. Doa, amal ibadah, dan usaha tidak memiliki pengaruh apa pun pada munculnya keinginan hamba. Semua bergantung pada hukum Azali.
Lalu aturan kehambaan kita, adalah aturan yg harus dilakukan, yaitu berusaha, beramal ibadah, taat dan patuh dan senantiasa butuh kepada Allah Ta’ala sebagai perwujudan kepatuhan hamba kepada-Nya.
Namun, bila Allah Ta’ala menghendaki hamba-Nya untuk meraih anugerah-Nya, maka si hamba pun ditakdirkan untuk berikhtiar, patuh dan beramal shaleh serta ibadah yg benar, tetapi seluruh tindakan hamba itu tidak menjadi penyebab yg mengharuskan turunnya anugerah, namun amal ibadah dan kepatuhan itulah anugerah yg sesungguhnya.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Setiap yg memiliki wujud bersandar kepada kehendak Allah karena kehendak Allah sudah ditetapkan sejak azali. Sementara itu, kehendak Allah tidak bergantung pada sesuatu yg memiliki wujud.
“Kehendak Allah” bermakna sesuatu yg diputuskan sejak azali dan padanya bergantung keinginan hamba yg sudah diketahui Allah karena permintaan hamba dengan doa dan amal shaleh tidak menjadi sebab yg mempengaruhi kehendak Allah itu.
Ungkapan Syaikh Ibnu Atha’illah di atas adalah ungkapan yg amat tepat. Di dalamnya terkandung isyarat adanya ketergantungan segala sesuatu pada putusan² azali dan di kesampingkannya sebab². Oleh karena itu, seorang hamba harus senantiasa melakukan ‘ubudiyah, merasa butuh kepada-Nya, dan mengabaikan pengaturan dan pilihan dirinya.
Syaikh Abu Bakar al-Wasithi berkata, “Sesungguhnya, Allah tidak mendekati seorang fakir karena kefakirannya dan tidak menjauhi seorang kaya karena kekayaannya. Allah tidak peduli dengan berbagai keadaan hamba untuk memberi atau menahan karunia-Nya. Sekiranya dunia dan akhirat dikerahkan untuk bisa sampai kepada-Nya, niscaya tidak akan membuatmu sampai kepada-Nya. Jika kau singkirkan keduanya pun, niscaya tidak akan memutus jalanmu kepada-Nya, tidak memutus jalan orang² yg mendekati-Nya tanpa sebab, dan tidak menjauhkan orang yg menjauhi-Nya tanpa sebab. Allah Ta’ala berfirman, “Barang siapa yg tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun,” (QS. An-Nur [24]: 40). Wallaahu a’lam