Hikmah 173 dlm Al-Hikam:
“Ingin Dikenal Istimewa adalah Bukti Tidak Adanya Kesungguhan Dalam Penghambaan”
استشرافك ان يعلم الخلقُ بخصوصيّـتكَ ، دليل على عدم صدقك في عبوديّـتك
Keinginanmu agar orang mengetahui keistimewaanmu adalah bukti ketidaktulusanmu dalam ‘ubudiyahmu.
Yg dinamakan Sidqul ‘Ubudiyyah yaitu: membuang segala sesuatu selain Allah, dan tidak memandang pada selain Allah dalam beribadah.
Jadi apabila engkau benar² beribadah kepada Allah, pasti akan menerima perhatian dari Allah kepadamu, sehingga engkau tidak senang diketahui orang lain dalam menghamba kepada Allah.
Syaikh Abu Abdullah al-Qurasyi berkata: “Siapa yg tidak puas dengan pendengaran dan penglihatan Allah dalam amal perbuatannya, maka pasti dia kemasukan riya’.”
Allah Ta’ala berfirman:
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda² (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Fussilat [41]: 53)
Syaikh Abul Khair al-Aqtha’ berkata: “Siapa yg ingin amalnya diketahui orang, maka itu riya’, dan siapa yg ingin diketahui orang hal keistimewaannya, maka itu pendusta.”
Hikmah ini untuk pelajaran orang yg memulai perjalanan suluk (murid), tapi bagi orang yg sudah ‘arif dan hanya melihat sifat wahdaniyyah-nya Allah, antara tekenal dan tersembunyi itu sama saja. Seperti kata hikmah dari Syaikh Abul Abbas al-Mursyi:
“Barang siapa yg ingin terkenal, maka ia budak (hamba)nya terkenal, dan siapa yg ingin tersembunyi, maka ia budak (hamba)nya tersembunyi, dan siapa yg benar² merasa sebagai hamba Allah, maka terserah pada Allah apakah dia diterkenalkan atau disembunyikan, yakni sama saja, yg penting beramal karena Allah.”
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Keinginanmu agar keistimewaan atau kelebihan yg diberikan Allah kepadamu yg berupa ilmu, amal shaleh, atau ahwal batin diketahui orang lain adalah bukti ketidakikhlasanmu dalam ‘ubudiyahmu.
Keikhlasan dalam ‘ubudiyah bermakna kau menyingkirkan segala hal yg bernuansa kemakhlukan dan tidak pernah menoleh ke arahnya. Sekiranya kau tulus dalam menyembah Tuhanmu, niscaya kau cukup puas dengan hanya kau diketahui-Nya. Kau juga tidak akan suka jika orang lain mengetahuimu sebab hal itu dapat membuatnya iri hati kepadamu atas kondisimu akibat pandangannya yg besar terhadap kemakhlukan.
Sebagian orang ada yg suka jika amalnya dilihat manusia. Orang seperti ini riya’ dalam amalnya. Barang siapa yg kondisinya ingin dilihat manusia, berarti ia pembohong. Ini biasanya terjadi di awal upayanya meniti jalan Allah (suluk). Akan tetapi, jika seorang hamba telah mendapat makrifat dan musyahadah, tak masalah untuk memberitahukan amal²nya dan menampakkan kebaikan ahwal -nya karena hal itu bertujuan untuk menunaikan hak syukurnya kepada Allah serta agar banyak orang yg mengikuti jejaknya.
Pada awalnya, ahli tarekat membangun perilaku mereka atas sikap menjauh dari makhluk, menyendiri dengan Yang Maha Haqq, dan menyembunyikan amal dan ahwal -nya untuk mewujudkan kefana’an mereka, mengukuhkan kezuhudannya, menjaga keselamatan hati mereka, dan ingin mengikhlaskan amal mereka untuk Tuhan semata. Sampai ketika keyakinan telah merasuki diri mereka dengan kuat dan mereka telah mendapatkan hakikat kefana’an, jika Allah berkehendak, Dia akan menampakkan mereka di hadapan manusia. Jika Dia berkehendak, Dia akan menutupinya dari mereka. Keinginan ahli tarekat tidak bergantung pada tampak atau tidaknya amal mereka di hadapan manusia. Mereka hanya mengembalikan segala urusan dan perkaranya kepada Allah Ta’ala semata. Wallaahu a’lam