Hikmah 162 dlm Al-Hikam:
“Manfaat Al-Qobdh Dan Al-Basthu”
ربّما افادك في ليل القبض مالم تستفده في إشراق نهارالبسط لاتدْرُون ايّهُمْ اَقرَبُ لكم نفعًا
Boleh jadi Allah memberimu manfaat pada saat malam kesempitan yg tidak kau dapatkan pada saat siang kelapangan. “Kalian tidak mengetahui mana yg lebih bermanfaat bagi kalian,” (QS. An-Nisa’ [4]: 11)
Dalam hikmah yg lalu telah diterangkan tentang al-qobdhu dan al-basthu, bahwa orang yg diberi kesenangan/kelapangan (basth) yg nafsunya ikut mendapatkan bagiannya, yg terkadang menjadikan sebab terhijab dengan Allah. Berbeda ketika orang yg dalam kondisi susah, sedih hatinya, nafsunya akan lemah dan merasa sangat berhajat kepada Allah, yg menjadikan sebabnya Allah memberikan suatu kenikmatan yg hakiki, yaitu ilmu dan ma’rifat. Sebagaimana diterangkan lagi pada hikmah ini. Sehingga orang² ‘Arif lebih memilih keadaan qobdh daripada basth. Tapi pada umumnya manusia memilih kesenangan daripada kesempitan.
Karena kita tidak mengetahui maka sebaiknya menyerahkannya kepada Allah, dan rela terhadap pemberian dan kehendak Allah kepada kita.
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
“Kesempitan” di umpamakan dengan malam hari karena pada kedua keadaan tersebut terdapat kesunyian. “Manfaat” yg dimaksud adalah manfaat ilmu dan pengetahuan. Adapun “kelapangan” di umpamakan dengan siang hari karena pada kedua kondisi tersebut manusia bertebaran ke seluruh penjuru.
Siapa yg mendapatkan kelapangan maka jiwanya akan bergejolak untuk menampakkan pengetahuan dan hal lain yg dimilikinya. Mungkin ini akan menjadi sebab ia dihijab. Beda halnya dengan orang yg mengalami kesempitan, jiwanya akan lelah dan merasa hina. Ini akan menjadi sebab Allah akan menganugerahinya bermacam kebaikan. Oleh karena itu, orang² ‘arif lebih mengutamakan masa sempit daripada masa lapang.
Saat sempit, jiwa tidak memiliki kesenangan dan keuntungan. Ia lebih mampu untuk menunaikan hak² Allah dan etika-Nya. Saat sempit, terkadang jiwa juga mengalami ketakutan dan ketidaksabaran dalam melawan kuasa Ilahi. Oleh karena itu, seorang hamba harus sadar dan tahu kadar nikmat Allah kepadanya saat sempit, sebagaimana ia harus mengetahuinya saat lapang. Pada dua kondisi itu, ia harus tetap bersandar kepada Tuhannya dan berbaik sangka kepada-Nya karena ia tidak mengetahui mana yg lebih bermanfaat baginya.
Allah Ta’ala berfirman: “Kalian tidak mengetahui mana yg lebih bermanfaat bagi kalian,” (QS. An-Nisa [4]: 11). Wallaahu a’lam