Hikmah 155 dlm Al-Hikam:
الموءمن اذامدح استحيٰى من الله ان يثنى عليه بوصف لايشهده من نفسه
Seorang mukmin, jika dipuji, akan malu kepada Allah karena ia dipuji dengan sifat yg tidak ia dapati pada dirinya.
Jadi apabila orang lain memuji dirinya dan menyebut kebaikannya, dia merasa malu kepada Allah, karena dia merasa tidak mempunyai sifat² yg layak dipuji, sebab ia merasa hanya mendapat karunia Allah jika ia bisa berbuat sesuatu yg baik, dan bukan dari usaha dan kemampuannya sendiri.
Seorang salik itu harus tidak percaya dengan pujian orang lain, tetapi dia juga tidak diperintah untuk merubah/menolak supaya orang lain tidak memuji atau berprasangka baik padanya, dia hanya di perintah untuk tidak terpengaruh, dan supaya mendahulukan apa yg diketahui terhadap dirinya sendiri, mengalahkan prasangka orang lain. Yg penting tidak keterlaluan pujiannya, kalau keterlaluan maka harus ditolak.
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Mukmin sejati adalah mukmin yg tidak mendapati pada dirinya sifat² terpuji sehingga layak untuk dipuji. Dia hanya memandang bahwa sifat itu datang dari Allah. Jika manusia memujinya dan menyebut-nyebut kebaikannya, ia akan malu kepada Allah karena ia tidak mendapati sifat yg dipuji itu ada pada dirinya.
Rasa malunya kepada Allah adalah rasa malu penuh takzim dan pengagungan kepada-Nya dengan sifat² yg tak ada padanya. Dengan begitu, ia akan bertambah benci dan jijik kepada dirinya sendiri, pandangannya terhadap kebaikan dan karunia Allah semakin besar. Inilah kesyukuran yg dengannya ia akan mendapatkan yg lebih dan selamat dari sikap nyaman dengan pujian manusia. Wallaahu a’lam