Hikmah 153 dlm Al-Hikam:
الاكوان ثابتة بإثباته وممحوّة باحد يّة ذاته
Alam ini ada dengan penetapan Allah dan ia lenyap dengan keesaan Dzat-Nya.
Siapa saja yg memandang Sifat Esa Dzat-Nya Allah, pasti tidak akan menemukan sifat tetap dan nyata pada semua makhluk. Semua makhluk itu bisa mempunyai sifat tetap kalau memandang sifat WAHID-nya Allah.
Sifat Ahadiyyah menurut para ‘Arifin adalah Dzat yg bersih dari sifat tetap/nyata pada semua makhluk. Sedangkan sifat Wahidiyyah itu Dzat-Nya Allah yg nyata ada pada semua makhluk, dan semua makhluk mempunyai sifat tetap (ada) sebab memandang adanya Allah pada semua makhluk, sehingga para ‘Arifin mengatakan “AL-AHADIYYATU BAHRUN-BILA MAUJIN WAL WAA-HIDIYYATU BAHRUN MA’A MAUJIN. (Ahadiyyah itu umpama laut tanpa ombak, sedangkan Wahidiyyah itu umpama laut beserta ombaknya).
Yakni: menurut pandangan para ‘Arifin, Allah itu di ibaratkan laut, maka makhluk di ibaratkan ombak yg di gerakkan oleh laut. Jadi jelasnya semua makhluk itu bukan Allah.
Ke-Esaan Dzat Allah yg tidak bersekutu itu melenyapkan apa saja (makhluk), yakni tetap Allah yg tunggal dan segala sesuatu yg selain-Nya itu hanya bayangan belaka yg di ciptakan/di wujudkan oleh Allah.
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Pada mulanya, alam semesta ini tidak ada. Alam semesta memiliki sifat wujud dengan penetapan Allah Ta’ala terhadapnya atau dengan penampakan-Nya di dalamnya. Ketetapan alam ini bersifat relatif karena tak ada yg mutlak, kecuali Dia. Oleh karena itu, Syaikh Ibnu Atha’illah berkata, “Alam lenyap dengan keesaan Dzat-Nya.”
Siapa yg melihat kepada keesaan Dzat-Nya maka ia tidak akan mendapati alam ini tetap dan berwujud. Alam memiliki sifat tetap dengan memandang kepada keesaan-Nya. Menurut orang² ‘arif, keesaan maknanya adalah kemurnian, kemutlakan, dan keterbebasan dari penampakan pada alam semesta. Keesaan dalam arti itu berbeda dengan ke-satu-an karena kesatuan ialah penampakan dzat yg lahir di alam semesta sehingga alam semesta menjadi ada berdasarkan adanya Yang Maha Haqq di sana. Oleh sebab itu, mereka berkata, “Keesaan umpama lautan tanpa gelombang, sedangkan kesatuan umpama lautan dengan gelombang.”
Bagi mereka, Allah Ta’ala seumpama lautan dan alam semesta ini seperti gelombang yg digerakkan oleh lautan itu. Gelombang tentu berbeda dengan lautan. Inilah tauhid orang² ‘arif.
Di dalam kitab ini, Syaikh Ibnu Atha’illah mengulang-ulang ungkapannya tentang hal ini. Ia mengatakannya dengan berbagai ungkapan berbeda untuk mewujudkan yg benar dan menyingkirkan yg bathil dari dirimu. Sebagian orang membahasnya secara khusus dalam satu karya tersendiri atau membahasnya dalam pembahasan tentang wahdatul wujud (kesatuan wujud). Wallaahu a’lam