Hikmah 145 dlm Al-Hikam:
“Dua Macam Perlindungan Allah”
الستر على قسمين ستر عن المعصية وستر فيها، فالعامّة يطلبون من الله تعالى الستر فيها خشيــة سقوط مرتبتهم عندالخلق، والخاصة يطلبون من الله السترعنهاخشية سقوطهم من نظرالملك الحقّ
Tutup (perlindungan) Allah ada dua: tutup yg menghalangi perbuatan maksiat dan tutup ketika melakukan maksiat. Manusia pada umumnya berharap supaya ditutupi dalam melakukan maksiat karena khawatir derajat mereka jatuh di mata makhluk. Adapun kalangan khusus berharap ditutup (dicegah) dari perbuatan maksiat karena khawatir kedudukan mereka jatuh dalam pandangan Allah.
Manusia pada umumnya meminta pada Allah Ta’ala supaya ditutupi maksiatnya pada waktu mengerjakannya, sehingga mereka meminta pada Allah supaya di tutupi karena takut kedudukannya di masyarakat/sesama manusia jatuh sebab maksiat itu.
‘Ady bin Hatim ra. berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak pada hari kiamat ada beberapa orang yg dibawa ke surga, tetapi setelah melihat segala kesenangan yg tersedia dan merasakan hawa enaknya surga, tiba² diperintahkan mengusir mereka dari surga, sebab mereka tidak punya bagian dalam surga itu, maka kembalilah mereka dengan penuh penyesalan, sehingga mereka berkata, ‘Ya Allah, andaikan Engkau memasukkan kami ke neraka sebelum memperlihatkan kepada kami surga dan segala yg disediakan untuk para wali-Mu, niscaya akan lebih bagi kami.’ Allah Ta’ala menjawab, ‘Memang Aku sengaja demikian, kamu dulu jika sendirian berbuat segala dosa² besar, tetapi jika bertemu dengan orang², berlagak khusyuk bermuka-muka pada manusia, berlawanan dengan apa yg ada dalam hatimu, kamu takut pada manusia dan tidak takut pada-Ku, mengagungkan manusia tidak condong pada-Ku, maka hari ini rasakan siksa-Ku yg sepedih-pedihnya, dan diharamkan atas kamu segala rahmat-Ku.'”
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Tirai Allah Ta’ala ada dua macam. Pertama, tirai yg menghalangi seorang hamba dari kemaksiatan, misalnya dengan tidak memberinya sebab² untuk melakukan maksiat. Kedua, tirai penutup saat hamba melakukan maksiat, misalnya dengan menutupi aibnya di hadapan semua orang saat ia melakukan maksiat atau sesudahnya.
Manusia awam yg tidak memiliki hakikat keimanan selalu di dominasi oleh pandangan mereka terhadap makhluk. Mereka selalu berharap dari makhluk berbagai manfaat dan keselamatan dari bahaya, karena itu mereka bersikap riya’ dan berpura-pura di hadapan semua makhluk. Mereka selalu tamak dan sombong di hadapan manusia. Mereka juga tidak suka jika manusia mengetahui hal² buruk yg ada pada diri mereka yg dapat menjatuhkan kedudukan mereka.
Oleh sebab itu, manusia cenderung meminta agar Allah menutupi aib mereka saat mereka melakukan maksiat atau bahkan saat menyukainya. Hal itu dikarenakan, mereka takut martabatnya jatuh di mata makhluk. Jika makhluk mengetahui kondisi mereka, tentu mereka tidak akan mendapatkan apa yg mereka harapkan, yaitu manfaat dan keselamatan dari bahaya. Mereka itulah orang² yg bersandar kepada selain Allah. Mereka adalah ahli syirik tersamar yg dapat mengeluarkan pemiliknya dari hakikat keimanan. Tentang mereka, Allah Ta’ala berfirman,
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضٰى مِنَ الْقَوْلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yg Allah tidak ridlai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yg mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa’ [4]: 108)
Adapun orang² khusus yg mendapatkan hakikat keimanan, mereka tidak pernah menoleh kepada makhluk, tidak memuji, tidak pula mencela. Mereka juga tidak berharap dari makhluk manfaat atau takut terhadap bahaya mereka. Mereka tidak pernah bersandar kepada makhluk karena mereka hanya puas dengan pandangan Allah Ta’ala kepada diri mereka.
Orang² khusus ini meminta agar Allah Ta’ala menutupi aib mereka dari pandangan manusia dan menjaga bisikan hati mereka untuk tidak melakukan maksiat. Hal itu dikarenakan, mereka takut kedudukannya jatuh di mata Allah akibat pelanggaran dan perbuatan mereka yg memicu murka-Nya.
Inilah yg sering terjadi pada dua kelompok manusia tersebut. Tentu ada perbedaan yg besar di antara keduanya. Terkadang orang² awam meminta agar Allah Ta’ala menutupi aibnya. Ini dilakukannya karena ingin melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya untuk menutupi aib orang yg diuji dengan maksiat. Pada diri mereka tak ada rasa penghinaan terhadap maksiat, tidak pula rasa cinta kepadanya. Sesekali orang khusus juga meminta agar Allah Ta’ala menutupi maksiat yg mereka lakukan, tidak membongkarnya di tengah makhluk, tidak pula di hadapan Allah Ta’ala karena mereka malu telah jatuh ke jurang maksiat. Juga karena manusia sering berburuk sangka kepada orang² yg dekat dengan Allah Ta’ala jika mereka mengetahui keburukannya. Wallaahu a’lam