Hikmah 143 dlm Al-Hikam:
لولا جميل ستره لم يكن عمل اهلا للقبول
Kalau bukan karena keindahan tutup-Nya, tentulah tiada amal yg layak diterima.
Sebab syarat untuk diterimanya amal itu adalah ikhlas, tulus kepada Allah, tetapi manusia diuji dengan sombong diri, merasa sudah cukup amalnya, dan lebih jelek lagi bila ia riya’ dengan amalnya,dan mengharap pujian atas amal perbuatannya. Karena demikian watak tiap hamba, maka sulit untuk diterima amal perbuatannya, kecuali hanya mengharap rahmat karunia Allah semata.
Syaikh Abu Abdullah al-Quraisyi berkata, “Jika Allah menuntut mereka tentang keikhlasan, maka lenyaplah semua amal perbuatan mereka, maka apabila telah lenyap semua amalnya, bertambahlah hajat kebutuhan mereka, maka dengan itu mereka lalu melepaskan diri dari bergantung kepada segala sesuatu, dan apabila ia telah bebas dari segala sesuatu, kembalilah mereka kepada Allah dalam keadaan bersih dari segala sesuatu.”
Jadi para murid/salik dalam perkara wushul kepada Allah, itu harus bergantung pada anugerah dan pemberian Allah. Jangan sampai mengandalkan amal ibadahnya sendiri.
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Kalau bukan karena tirai-Nya yg indah, tentu tidak satu pun amal yg diterima-Nya karena seorang hamba selalu diuji dengan pandangannya terhadap diri sendiri dan kebahagiaannya dengan amalnya. Selain itu, ia juga selalu menisbatkan amalnya itu kepada diri dan kemampuannya. Terkadang ia membuka hijabnya di depan orang sehingga ia menjadi riya’ dan mengharap pujian manusia. Semua ini akan menjadi syirik tersamar yg dapat merusak keikhlasan. Sementara itu, keikhlasan adalah syarat diterimanya sebuah amal.
Dengan demikian, sampainya seorang murid kepada Allah bergantung pada karunia dan kemuliaan-Nya, bukan atas perjuangan dan kerja kerasnya. Sekiranya ia berkata, “Jika bukan karena karunia Allah,” tentu akan lebih utama baginya daripada bersikap sombong. Wallaahu a’lam