Hikmah 134 dlm Al-Hikam:
لاتطلب عواضا على عمل لست له فاعلا، يكفى من الجزاءلك على العمل ان كان له قابلا
Jangan mengharap upah atas amal yg tidak kau lakukan. Sudah cukup sebagai balasan untukmu jika Allah menerimanya.
Firman Allah Ta’ala:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Padahal Allah-lah yg menciptakan kamu dan apa yg kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Saffat [37]: 96)
Jadi, kita hanya menjadi lalu lintas qadha’ dan qadar-nya Allah Ta’ala, tidaklah pantas kalau kita minta balasan/upah sedangkan kita tidak ikut mengerjakan, yakni semua pekerjaan yg kita kerjakan itu yg menjadikannya adalah Allah Ta’ala, ini hukum ‘Aqli.
Kalau menurut hukum syar’i, hamba yg membuat pekerjaan yg dikerjakannya. Dalilnya:
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yg telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 32)
Tapi ketahuilah bahwa makhluk tidak bisa mengerjakan kalau tidak digerakkan oleh Allah Ta’ala.
Syaikh Ibrahim al-Laqqany ra. berkata, “Dan Allah yg menjadikan hamba, dan segala perbuatannya, Dia pula yg memberi taufiq untuk siapa yg akan sampai (wushul) kepada-Nya.”
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Jangan mengharap upah atas amal yg tidak kau lakukan karena yg melakukan sesungguhnya adalah Allah. Kau hanyalah objek penampakan-Nya. Jika yg melakukan adalah Allah, betapa lancang kau meminta pahala atas amal itu!
Dengan kata lain, pencipta sesungguhnya dari amal para hamba adalah Allah semata, sedangkan hamba hanya berusaha. Lantas, apakah pantas ia meminta pahala atas amal yg sebenarnya tidak dilakukannya?
Cukuplah bagimu jika Allah sudah menerimanya. Maksudnya, jika Allah sudah menerima amalmu, Allah tidak lagi meminta pertanggunganjawabmu atas amalmu yg kurang sempurna, bukan atas amalmu yg tidak kau niatkan untuk mencari pahala. Wallaahu a’lam
Tanwirul Qulub
Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi