Hikmah 133 dlm Al-Hikam:
“Jangan Minta Balasan Atas Amalmu”
متى طلبت عواضا على عمل طولبت بوجود الصدق فيه ويكفي المريب وجدان السلامة
Ketika kau meminta balasan atas sebuah amal, sebenarnya kau dituntut untuk tulus di dalamnya. Sudah cukup beruntung bila seseorang selamat dari siksa-Nya.
Hikmah ini menjelaskan kejelekan orang yg beramal karena mengharap balasan/upah dari amalnya. Padahal seharusnya orang itu beramal yg baik, bersih hanya karena menghamba pada Allah Ta’ala.
Karena hanya Allah lah Dzat yg wajib disembah dan diagungkan, dan menjadi tujuan kita dunia dan akhirat. Hal ini sudah banyak dibahas dalam kitab ini dengan berbagai bahasan yg berbeda.
Syaikh Khair an-Nassaj ra. berkata, “Timbangan amalmu itu sesuai dengan perbuatanmu, karena itu mintalah kemurahan karunia-Nya. Dan itu lebih baik bagimu.”
Syaikh al-Washity ra. berkata, “Amal ibadah lebih dekat kepada minta/mengharap ampunan dan maaf, dari pada mengharap pahala dan upah.”
Syaikh an-Nashrabadzy ra. berkata, “Amal ibadah itu bila diperhatikan kekurangan²nya, lebih dekat kepada mengharap maaf dari pada mengharap pahala dan balasan.”
Firman Allah Ta’ala: QUL-BI-FADH-LILLAAHI-WA-BIROHMATIHII-FA-BIDZAALIKA FAL-YAF-ROCHUU-HUWA KHOIRUM-MIMMAA YAJ-MA’UUN.”
Katakanlah: “Hanya karena karunia dan rahmat Allah mereka boleh bergembira, sebab itu lebih baik bagi mereka dari segala apa yg dapat mereka kumpulkan sendiri.”
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Ketika kau meminta balasan atas shalatmu atau ibadah lainnya, misalnya dengan berharap pahala langsung di dunia dan akhirat, padahal Allah menuntutmu agar ikhlas dan tulus dalam amalmu, Allah akan menyatakan kepadamu bahwa kau belum tulus dalam amalmu untuk-Nya. Kau hanya beramal untuk kepentingan dan keuntungan dirimu.
Ketulusan dan keikhlasan adalah kesesuaian batin dengan lahir. Sifat inilah yg tidak ada pada diri seorang ‘amil (orang yg beramal). Secara lahir, ia memang beramal untuk Allah dan ingin melaksanakan hak² ketuhanan-Nya. Namun, di dalam batinnya, ia beramal untuk keuntungan dirinya sendiri. Oleh karena itu, sangat beruntunglah dia bila Allah membebaskannya dari siksa.
Lebih beruntung lagi bila orang yg kurang sempurna dalam amalnya itu diberi pahala oleh Tuhannya, secara langsung maupun tak langsung. Sekiranya ia bertekad dan berniat untuk menyempurnakan amalnya serta yakin atas keluasan rahmat Allah Ta’ala, niscaya di hatinya tak akan pernah terpikir pahala saat ia beramal. Justru ia akan mengikhlaskan amalnya karena Allah. Sekalipun amalnya kurang sempurna, beruntungnya, ia tetap terselamatkan dari siksa Allah. Tuhannya akan berkata kepadanya, “Amal yg kau kerjakan ini tidak layak mendapat pahala-Ku, tetapi cukuplah bagimu jika kau selamat dan tidak Ku-siksa.”
Hikmah di atas sebetulnya adalah celaan bagi para pencari pahala atas amal yg dilakukannya. Ia menjelaskan bahwa sebaiknya seorang hamba menyembah Allah berdasarkan keyakinannya atas kebesaran, ketuhanan, dan sifat² rububiyah-Nya, bukan karena balasan yg akan di dapatnya di dunia dan akhirat. Wallaahu a’lam