Hikmah 125 dlm Al-Hikam:
“Sikap Orang Yang Lupa Pada Allah”
الغَافِلُ اِذاَ اَصْبَحَ نَظَرَ فيماَ يَفْعَلُ، والعاَقِلُ يَنْظُرُ ماَذاَ يَفْعَلُ اللهُ بِهِ
Orang yg lupa/lalai dalam tauhidnya (bahwa segala sesuatu itu berjalan menurut ketentuan takdir Allah), jika pagi hari dia selalu berangan-angan apakah yg harus aku kerjakan hari ini (yakni mengatur dirinya sendiri), sedangkan orang yg sempurna akal tauhidnya memikirkan apakah yg akan ditakdirkan Allah bagi dirinya hari itu.
Jadi, pandangan org yg lalai pada Allah itu, selalu mengatur dan memandang dirinya dan kemampuan atau rencananya, maka dari itu Allah menyerahkan urusannya itu pada dirinya sendiri. Sehingga tidak akan berhasil apa yg direncanakan.
Sedangkan orang yg berakal, selalu memandang Allah, selalu mengingat kekuasaan dan kebijaksanaan Allah, maka Allah mencukupi apa yg menjadi kebutuhannya. Permulaan pemikiran yg bergerak dalam hati itu menjadi timbangan dan ukuran tauhid dan imannya kepada Allah.
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Kini aku tidak merasa senang kecuali dalam ketentuan² takdir Allah.”
Abu Madyan berkata, “Usahakan dengan sungguh² bila dapat, supaya hatimu tiap pagi dan sore menyerah bulat² kepada Allah, semoga Allah melihat padamu dengan pandangan Rahmat-Nya. Niscaya kamu termasuk orang yg bahagia dunia akhirat.
Siapa yg melihat kepada Allah, maka tidak akan terlihat dirinya sendiri, dan siapa yg melihat dirinya sendiri maka tidak terlihat Allah. Karena itu jika engkau menghadapi sesuatu hal, perhatikan hatimu, kemana condongnya, jika langsung pada kekuatanmu sendiri, maka terputus dengan Allah. Dan jika langsung pada kekuasaan Allah, berarti engkaulah yg telah sampai kepada Allah, sedang alam ini semua dalam genggaman Allah.
Dan tiap pagi sebaiknya berdo’a: Allahumma-inni-ash-bahtu laa-amliku linafsii dharra’u-walaa-naf‘aa, walaa mautau-walaa nusyuraa, walaa-as-tathii’u an-aakhudza illaa-maa-a’thaitanii, walaa-at-taqii illa maa-waqaitanii. Allahumma innaka-dzul-fadhlil-‘adhiim.
“Ya Allah, kini aku berada di waktu pagi, tiada menguasai diriku untuk kebaikan atau menolak bahaya, atau mati atau hidup atau bangkit sesudah mati, dan aku tidak dapat mengambil kecuali yg engkau beri, dan tidak dapat menghindari sesuatu kecuali yg engkau hindarkan. Ya Allah, pimpinlah aku kepada jalan yg engkau ridhai baik dalam perkataan atau amal perbuatan di dalam taat kepada-Mu, sungguh engkau Dzat yg maha besar karunia-Nya.”
Doa Syaikh Abul Hasan asy-Syadzili ra., “Allahumma innal amra ‘indaka wahuwa mahjuubun ‘annii walaa a’lamu amran akhtaa-ruhu linafsii fakun antal-mukhtaaralii, wah-milnii fii-ajmalil umuuri ‘indaka wa-ahmadihaa ‘aa-qibatan fid-diini wad-dun-ya wal aakhirah, innaka ‘alaa kulli syai’in qadiir”.
“Ya Allah sungguh segala sesuatu ada di tangan-Mu, dan tertutup dari padaku, dan aku tidak mengetahui apa yg harus aku pilih untuk diriku, maka pilihkanlah apa yg baik bagiku, dan bawalah aku dalam hal yg amat baik serta terpuji akibatnya dalam agama, dunia dan akhirat, sesungguhnya engkau berkuasa atas segala sesuatu.”
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Orang yg lalai ialah yg lupa tauhid dan lupa bahwa segala sesuatu terjadi atas ketetapan dan takdir Allah. Di pagi hari, orang seperti ini akan menisbahkan semua amalnya kepada dirinya sendiri, biasanya, ia berkata, “Apa yg akan kulakukan hari ini?”
Sementara itu, seorang yg berakal, saat bangun pagi, ia tidak lalai dari tauhid dan tidak lupa bahwa segala sesuatu terjadi dengan ketentuan dan takdir Allah. Ia juga menisbahkan semua amalnya hanya kepada Allah. Orang seperti ini akan berkata, “Apa yg akan dilakukan Allah terhadapku hari ini?”
Orang lalai akan selalu melihat kemampuan dirinya sendiri. Saat Allah membebaninya dengan sebuah pekerjaan, pekerjaan itu tidak akan berhasil. Sementara itu, orang yg berakal hanya akan melihat kepada Tuhannya. Oleh karena itu, Allah akan mencukupi keinginannya dan memudahkan semua permintaannya. Ini adalah sebuah patokan agar murid bisa mengenali kondisi dirinya.
Hal pertama yg harus terdetik dalam hati seorang murid adalah kadar tauhidnya. Seberapa besar kadar tauhidnya? Itu bisa dilihat melalui kadar cahaya yg datang kepadanya. Jika sejak pertama hatinya hanya memandang pada daya dan kekuatannya, ia akan terputus dari Allah. Jika ia sadar dan kembali kepada Allah, tentu ia pun akan sampai kepada-Nya. Wallaahu a’lam