Hikmah 117 dlm Al-Hikam:
“Salah Satu Tanda Lemahnya Iman adalah Tidak Melihat Lembutnya Takdir”
مَنْ ظَنَّ اِنفِكَاَكُ لُطْفِهِ عن قَدَرِهِ فَذاَكَ لِقُصُورِنَظْرِهِ
Barangsiapa yg mengira terlepas kasih sayang Allah sebab turunnya bala’ ujian yg ditakdirkan Allah, maka yg demikian itu disebabkan karena piciknya (dangkalnya) pandangan imannya.
Rasulullah Saw. bersabda: “Jangan menuduh tidak baik terhadap segala apa yg telah ditakdirkan Allah untukmu.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Jika Allah belas kasih pada seorang hamba, maka diuji dengan bala’, jika sabar maka dipilih-Nya, jika telah ridho maka di istimewakan.”
Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa yg dikehendaki Allah untuknya kebaikan, maka diujinya dengan musibah bala.”
Abu Hurairah ra. dan Abu Said ra. keduanya berkata: Bersabda Rasulullah Saw., “Tiada sesuatu yg mengenai seorang mukmin berupa penderitaan, kelelahan atau risau hati/fikiran melainkan kesemua itu akan menjadi penebus dosanya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Ibnu Mas’ud ra. berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada seorang muslim yg terkena musibah bala’ gangguan atau penyakit, dan yg lebih ringan dari itu melainkan Allah menggugurkan dosanya, bagaikan gugurnya daun pohon.”
Kita jangan menjadi orang yg dangkal/piciknya pandangan, sehingga tidak dapat melihat adanya nikmat rahmat karunia dari Allah dalam takdir musibah bala’ itu hanya karena lemahnya iman keyakinan, dan tidak adanya husnudzan terhadap Allah Ta’ala yg Maha Bijaksana.
Sebab kalau kita mau berhusnudzan kepada Allah, banyak sekali karunia Allah yg diberikan bersamaan dengan bala’/ujian itu di antaranya:
Sebab bala’, Allah menempatkan kita di pintu rahmat-Nya.
Sebab bala’, nafsu kita jadi lemah, hilang kekuatannya, hilang sifat²nya nafsu yg menjatuhkan kita ke pintu maksiat dan mencintai dunia.
Sebab bala’, hati mudah untuk taat seperti sabar, ridho, tawakkal, zuhud dan ingin bertemu dengan Allah.
Sebab bala’, dosa² hamba akan di ampuni oleh Allah.
Imran bin Husain ra. menderita penyakit buang air selama tiga puluh tahun tidak dapat bergerak dari tempat tidurnya, sehingga dibuatkan lubang dibawah tempat tidur untuk kencing dan buang airnya, suatu hari datang saudaranya Al alaa’ atau Muthorrif bin Assyikhir, lalu menangis melihat penderitaan Imran bin Husain, maka ditanya oleh Imron, “Mengapakah engkau menangis?” Jawabnya, “Karena aku melihat keadaanmu.” Imran berkata, “Jangan menangis, karena aku suka pada apa yg disukai Allah untukku.” Kemudian Imran berkata, “Saya akan berkata kepadamu semoga bermanfaat bagimu, tetapi jangan kau buka kepada orang lain sehingga aku mati. Sesungguhnya para malaikat berziarah padaku dan memberi salam padaku, sehingga aku merasa senang dengan adanya mereka.”
Urwah bin az-Zubair ra. ketika sakit yg oleh dokter diputuskan harus di potong betisnya, maka ketika akan dilaksanakan, oleh dokter akan diberi obat tidur supaya tidak terasa sakitnya dipotong betisnya itu. Urwah berkata, “Jangan diberi obat tidur, tetapi teruskan potong betis tanpa obat tidur.” Dan ketika di gergaji betisnya tidak terdengar keluhan kecuali ucapan Hasby (cukup bagiku yakni rahmat Allah).
Dan setelah selesai operasinya, ia menyuruh pembantunya supaya mencuci dan membungkus potongan betisnya itu dan menguburnya di kuburan kaum muslimin, lalu ia berkata, “Allah telah mengetahui bahwa kaki itu tidak pernah saya gunakan berjalan kepada maksiat.” Lalu ia berkata, “Ya Allah, jika Engkau ambil, masih banyak sisanya, jika engkau memberi bala’, masih banyak selamatnya.”
Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah:
Kemahakuasaan Allah terlihat saat Allah menimpakan petaka dan ujian kepadanya. Jika ia mengira bahwa kelembutan Allah itu terpisah dari kekerasan-Nya, hal itu menandakan pandangannya sempit. Sekiranya pandangannya sempurna, ia akan menyadari bahwa dalam petaka dan ujian itu ia banyak mendapat kelembutan Allah. Misalnya, dengan ujian itu, ia bisa mendekatkan diri kepada-Nya. Ujian yg ditimpakan Allah kepada hamba²Nya pasti bertolak belakang dengan keinginan mereka dan membuat nafsu syahwat mereka meronta. Tentu setiap hal yg mengganggu atau menyakiti nafsu pasti akan berbuah baik, bahkan sebelum hamba itu kembali kepada Allah dan mengetuk pintu-Nya. Ini adalah faedah terbesar dari ujian dan cobaan. Hamba yg mendapatkan ujian akan mendapati bahwa jiwanya lemah, kekuatannya terbatas, dan sifat² yg telah mendorongnya melakukan dosa atau maksiat serta menguatkan keinginannya terhadap dunia adalah bathil.
Dengan ujian itu, biasanya seorang hamba akan meraih ketundukan hati, sabar, ridha, tawakkal, zuhud, dan ingin bertemu Allah. Bagaimanapun, sebiji sawi amalan hati lebih baik daripada segunung amalan anggota tubuh. Dengan ujian itu pula, ia akan mendapatkan penghapusan dosa dan kesalahan serta meraih kelembutan Ilahi lainnya. Wallaahu a’lam