162 Masalah Sufistik (Masalah 89):
Syaikh Muhammad bin Abdurrahman Bamazru’ ra. bertanya: āMengapa kebanyakan orang senang dipuji, walaupun sebenarnya tidak pantas untuk dipuji. Dan sebaliknya, mengapa mereka membenci celaan orang walaupun sebenarnya mereka pantas mendapatkannya?ā
al-‘Allamah al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad ra. menjawab: āKetahuilah bahwa pada dasarnya semua orang akan merasa senang jika dipuji, tidak seorang pun yg dapat selamat dari perasaan semacam itu, kecuali jika ia telah keluar dari nafsu kemanusiaannya dan ruhaninya telah naik nilainya sampai ke tingkat malaikat.
Adapun cara mengeluarkan nafsu seseorang dari kemanusiaannya pernah kami terangkan ketika kami menjawab pertanyaan Anda yg terdahulu, sehingga pujian dan celaan tidak berpengaruh sedikit pun bagi orangĀ² yg nafsu kemanusiaannya telah lenyap.
Perlu diketahui bahwa membenci celaan dan menyenangi pujian adakalanya diperbolehkan dan adakalanya diharamkan, hal ini menurut dasar yg dipakai untuk membenci atau menyenangi. Seseorang yg mempunyai perasaan senang jika ia dipuji dan merasa benci jika ia dicela, maka menurut kalangan orangĀ² yg dekat dengan Allah Ta’ala, ia bukan termasuk kalangan orangĀ² istimewa.
Adakalanya seseorang merasa senang jika ia dipuji dan merasa benci jika ia dicela, karena lidah manusia merupakan pena yg benar. Karena itu Allah Ta’ala suka memperlihatkan amalĀ² kebajikan seseorang dan suka menutupi dosaĀ²nya.
Ada seseorang yg bergembira ketika disebut perbuatan baiknya dan ia berharap pahala dari Allah Ta’ala serta ia senang dicela ketika disebut perbuatan buruknya, karena ia takut mendapat siksa dari Allah Ta’ala di akhirat kelak.
Untuk menerangkan masalah ini lebih luas, dibutuhkan waktu dan kesempatan yg cukup panjang. Akan tetapi Hujjatul Islam Imam al-Ghazali ra. telah menerangkannya secara panjang lebar dalam bab Dzammil Jaah Wa ar-Riya’ (membenci kedudukan dan riya’) dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin.ā