162 Masalah Sufistik (Masalah 71):
Habib Abdul Qadir bin Ahmad al-Ahdal ra. bertanya: “Tentang bershalawat setelah adzan. Apakah diucapkan dengan keras ataukah dengan suara yg rendah?ā
al-‘Allamah al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad ra. menjawab: āKami telah menerima surat Anda yg membicarakan tentang bershalawat kepada Baginda Nabi Muhammad Saw. sesudah adzan, dengan suara yg keras seperti yg biasa dilakukan oleh sebagian banyak orang.
Dan berikutnya telah kami terima pula keterangan dari al-Imam asy-Syaikh Ibnu Hajar ra. dalam Kitab asy-Syarh al-‘Ubab dan fatwa al-Imam asy-Syaikh Ahmad Ibnu Umar al-Hubaisyi ra., maka pendapat kami adalah: āKetahuilah bahwa hak Rasulullah Saw. dari umatnya cukup besar dan hak itu harus dipenuhi oleh mereka.
Meskipun mereka tidak dapat memenuhinya menurut cara yg semestinya. Karena itu mereka wajib mengikuti sunnahnya, membela agamanya, memperbanyak bershalawat kepadanya dan mencintai Rasulullah Saw. beserta segenap keluarganya dan para sahabatnya yg mulia.
Ketahuilah bahwa bershalawat kepada Rasulullah Saw. diperintahkan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya. Demikian pula cukup banyak haditsĀ² dan ucapan ulama salaf dan khalaf tentang keutamaan bershalawat kepada Rasulullah Saw. Bahkan hal itu sulit dihitung jumlahnya.
Dalam hal ini, al-Imam asy-Syaikh Ibnu Hajar al-Haitsami ra. pernah menulis sebuah kitab tentang keutamaan dan anjuran bershalawat kepada Baginda Nabi Muhammad Saw. yg berjudul ad-Durrul Mandhud fis ash-Shalaati Wa as-Salaami ‘Alaa Shaahibil Maqaamil Mahmuud.
Demikian pula yg dilakukan al-Imam asy-Syaikh as-Sakhawi ra. Beliau menulis sebuah buku tentang keutamaan dan anjuran bershalawat yg karya tulisnya tersebut diberi judul al-Qaulul Badii’ fi ash-Shalaati ‘Ala an-Nabi asy-Syaafi’. Dan banyak pula tokohĀ² ulama lainnya, terutama para tokoh hadits yg menulis sebuah buku tentang keutamaan dan anjuran bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Adapun pengucapan shalawat yg biasa dilakukan oleh para mu’adzin sehabis adzan dimanapun ia berada, adalah termasuk perbuatan bid’ah hasanah dan mardhiyah (hal yg diridhai Allah Ta’ala dan Rasul-Nya) yg kita tidak mengingkarinya setelah kita mengetahui anjuranĀ² bershalawat menurut al-Qur’an dan hadits Rasulullah Saw., tanpa ikatan waktu, keadaan, maupun tempat.
Meskipun anjuran bershalawat dalam waktuĀ² dan keadaanĀ² tertentu untuk menambah pahala dan keutamaannya, namun anjuran bershalawat pada waktuĀ² dan keadaanĀ² yg umum, baik membacanya secara rendah maupun keras, secara pribadi maupun secara berjama’ah, masih mempunyai keutamaan tertentu.
Karena itu, pendapat orangĀ² yg mengingkarinya tidak mempunyai dasar yg kuat. Karena bershalawat setelah adzan merupakan anjuran dari agama. Adapun seorang mu’adzin yg mengucapkannya setelah adzan dengan suara keras, merupakan perbuatan yg baik dan ia akan diberi pahala, asalkan niatnya untuk menyadarkan orangĀ² yg lupa yg suka mengakhirkan shalat.
Adapun kebiasaan membaca shalawat dengan suara keras setelah adzan, merupakan kebiasaan para mu’adzin di Kota Mekkah dan Madinah. Mereka melakukannya setiap sehabis adzan, kecuali sehabis adzan Maghrib, karena waktunya sangat sempit dan sehabis adzan Subuh, karena mereka melakukannya sebelum adzan.
Kebiasaan seperti ini dilakukan juga oleh sebagian mu’adzin di Negeri Hadhramaut, meskipun hanya pada sebagian waktu dan pada sebagian tempat. Andaikata perbuatan itu dilakukan oleh setiap mu’adzin pada setiap waktu, tentunya tidak ada yg akan menyingkarinya.
Menurutku, siapapun yg mengingkari perbuatan baik, seperti bershalawat setelah adzan ataupun mengingkari yg baik apa saja bentuknya, maka hal itu termasuk perbuatan dosa. Sebab, bershalawat ataupun mengingatkan orangĀ² yg lupa merupakan amalĀ² kebajikan yg amat tinggi nilainya di sisi Allah Ta’ala.
Bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan perbuatan yg dapat mengokohkan iman seseorang dan menambah kecintaannya kepada Rasulullah Saw. Karena itu, mereka yg mengingkarinya termasuk orangĀ² yg munafik, bahkan dapat juga termasuk orangĀ² yg kafir.
Mengapa mereka mengingkari orangĀ² yg bershalawat, padahal mereka tahu bahwa orangĀ² yg bershalawat cukup besar pahalanya. Bukankah seseorang yg bershalawat satu kali diberi pahala sepuluh kali?
Seseorang yg mengingkarinya karena mengucapkannya dengan suara yg keras sudah termasuk seorang yg bodoh dan salah. Ia seperti seorang yg mengaku pintar, tetapi ia minta dalil tentang adanya siang hari.
Tetapi jika ia mengingkarinya karena di ucapkan setiap setelah adzan, maka perbuatannya itu hanya mengingkari kebiasaan yg biasa dilakukan di sebagian tempat dan masalah itu hanya biasa.
Jika ia mengingkarinya karena pengucapannya dengan suara keras dapat mengganggu seseorang yg sedang shalat dan lainnya, maka alasannya itu tidak dapat diterima, karena di antara sebagian shalat ada yg bacaannya dibaca dengan keras.
Di antara yg ingkar kepada yg mengucapkan shalawat itu mungkin karena alasan ta’asub atau hasut pada pribadi yg mengucapkannya, mungkin karena bodoh dan mungkin pula puraĀ² bodoh atau juga mungkin pula ada yg bersikap kasar dan bengis.
Jika yg mengingatkannya tidak bersikap lemah lembut dan bijaksana, maka pelakunya akan berdosa. Tetapi jika yg mengingatkannya telah bersikap lemah lembut dan bijaksana, sedang yg mengingkarinya masih tetap bersikap kasar, maka yg mengingatkannya telah selesai tugasnya dan ia telah melakukan hal yg terbaik. Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda:
āTidaklah sikap lemah lembut pada sesuatu, melainkan akan menghiasinya dan tidaklah sikap kasar pada sesuatu melainkan akan memperburuknya.”
Dalam hadits lainnya, Rasulullah Saw. bersabda:
āSesungguhnya Allah Subhaanahu wa Ta’ala Maha lemah lembut dan Allah Ta’ala suka kepada halĀ² yg bersifat lemah lembut.ā
Dan sikap lemah lembut akan menyebabkan segala sesuatu menjadi baik dan positif.