162 Masalah Sufistik (Masalah 60):
Habib Isa bin Muhammad al-Habsyi ra. bertanya: “Tentang maksud ucapan al-Imam asy-Syaikh al-Muhasibi ra.: ‘Bahwa setiap ‘abid pasti akan mengalami masa kosong yg mengarah kepada sunnah atau yg mengarah kepada bid’ah’.”
al-‘Allamah al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad ra. menjawab: “Tentang masalah ini, aku pernah mendengar sebuah hadits yg maksudnya bahwa seorang ‘abid pada tahapan pertama kalinya. Adakalanya ia akan melebihi batas² kewajaran yg diajarkan syari’at bagi kaum awam, meskipun ia diperbolehkan melakukannya, asalkan tidak sampai menyengsarakan akal dan jasadnya.
Selanjutnya si ‘abid tersebut akan menurun kemauannya. Jika kemauannya menurun sampai pada batas yg diajarkan, maka ia kembali kepada sunnah. Namun jika kemauannya menurun secara drastis, sampai meninggalkan ibadahnya secara keseluruhan, maka ia kembali kepada bid’ah.
Contohnya ada seorang ‘abid di awal tahapan ibadahnya ia beribadah di malam hari semalam suntuk. Setelah berselang beberapa waktu, kemauannya menurun. Jika ia mengurangi ibadah malamnya sebanyak separuhnya atau sebanyak dua pertiganya.
Sehingga ia beribadah malam mulai pertengahan malam atau mulai dua pertiga malam, maka penurunannya semacam itu masih berada dibatas wajar, yaitu masih berada dibatas yg di sunnahkan. Akan tetapi jikalau ia meninggalkan ibadah malamnya secara keseluruhan, maka ia melakukan bid’ah, yaitu bertentangan dengan perilaku salafunasshalihin.
Nampaknya, menurunnya kemauan seorang ‘abid seperti itu tidak di alami oleh semua ‘abid yg ada, akan tetapi, kebanyakannya memang demikian. Meskipun demikian, tidak sepantasnya seseorang meninggalkan wirid²nya secara keseluruhan karena takut mengalami masa penurunan kemauannya, karena hal itu termasuk tindakan bodoh.”