162 Masalah Sufistik (Masalah 58):
Syaikh Abdurrahman bin Abdillah Ibad ra. bertanya: “Tentang penghapusan berbagai ilmu yg dikenal orang. Sebagaimana yang diucapkan oleh al-Imam asy-Syaikh as-Sudi ra.: Hapuslah semua ilmu dan apa yg telah engkau catat, sesungguhnya menghapusnya merupakan kewajiban.”
al-‘Allamah al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad ra. menjawab: “Yg dimaksud dengan menghapus ilmu² pengetahuan bukanlah seperti yg dimaksudkan oleh al-Imam Hujjatul Islam al-Ghazali ra.
Adapun ilmu yg disebutkan dalam bait² diatas, tidak lain adalah perasaan dan gambaran yg ada di dalam hati seseorang agar ia dapat berkonsentrasi sepenuhnya dalam perjalanannya menuju Allah Ta’ala.
Cara ini adalah langkah pertama yg harus ia tempuh dan ia tidak akan sampai kepada Allah Ta’ala secara sempurna kecuali hanya dengan cara itu. Selanjutnya, ketika perjalanannya sudah sampai pada tingkatan fana’, maka ia dapat menghapus semua ingatan, pikiran dan gambaran yg pernah tergerak di hatinya, sehingga ia dapat mengkonsentrasikan pandangan hatinya hanya kepada Allah Ta’ala semata.
Yg dimaksud menghapus segala perasaan dan ingatan diatas, adalah menghilangkan segala ingatan dan perasaannya kepada selain Allah Ta’ala secara paksa, agar hatinya kosong dari hal² selain Allah Ta’ala.
Jika seseorang telah mengosongkan dirinya dari hal² selain Allah Ta’ala, maka ia akan fana’, sehingga ia tidak lagi merasa bahwa dirinya dan apapun selain Allah Ta’ala ada. Ia fana’ lewat perasaannya bukan lewat ilmunya. Ia akan senantiasa fana’ untuk selamanya. Ia fana’ karena Allah Ta’ala telah menjadikannya sebagai orang pilihan-Nya. Pada saat itu, ia tidak akan ingat kepada yg lain, selain Allah Ta’ala.
Adapun yg disebutkan oleh al-Imam Hujjatul Islam al-Ghazali ra., ada juga hati yg tetap tertutup. Maksudnya, ada juga hati yg tidak dapat menerima mukasyafah secara jelas, meskipun ia telah berusaha sekuat tenaga untuk menempuh jalan Allah Ta’ala, namun Allah Ta’ala sengaja tidak memberinya karena alasan tertentu.
Jika ia termasuk seorang yg dikehendaki oleh Allah Ta’ala untuk mendapatkan mukasyafah, maka ada kemungkinan ia akan mmembicarakan sebagiannya kepada orang lain, meskipun ada kemungkinan pula ia tetap merahasiakannya dari orang lain.”