162 Masalah Sufistik (Masalah 2):
Habib Abubakar bin Syeikh Asseggaf ra. bertanya:
“Bagaimanakah hukumnya keburukan yg dilakukan oleh seorang ‘arif billah?”
al-āAllamah al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad ra. menjawab:
“Menurut istilah kaum sufi, seorang ‘arif billah adalah seseorang yg beriman kepada Allah Ta’ala dan ia benarĀ² mengerti segala kewajiban serta larangan Allah Ta’ala, dan ia menjalankan segala kewajiban-Nya serta menjauhi larangan-Nya dengan baik.
Selain itu, ia gemar memperbanyak amalanĀ² sunnah yg dapat semakin mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala. Semuanya itu ia lakukan demi untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala, sehingga ia mendapat cahaya Allah Ta’ala dan sehingga apa saja yg misteri akan menjadi nyata, hingga ia akan mendapat petunjuk, furqan, dan ilmu dari Allah Ta’ala.
Selanjutnya, seorang ‘arif billah, meskipun ia telah mencapai tingkatan terdekat di sisi Allah Ta’ala, ada kemungkinan ia melakukan pelanggaran atau kekeliruan yg menyebabkan ia terkena sangsi dari Allah Ta’ala baik secara syari’at maupun secara akal. Sebab, tujuan seorang ‘arif billah ingin menjadi seorang wali Allah Ta’ala dan seorang wali akan terpelihara dari perbuatan dosa.
Disebutkan bahwa di antara para Nabi ada juga yg melakukan kesalahan, misalnya kesalahan yg telah dilakukan Nabi Adam as., ketika ia makan buah dari pohon yg dilarang, Nabi Daud as. ketika ia mempunyai keinginan yg salah, demikian pula ketika Nabi Sulaiman as. melakukan perbuatan yg salah. Akan tetapi semua yg mereka lakukan itu tidak sengaja.
Karena itu, para tokoh ulama berpendapat bahwa para Nabi terpelihara dari segala dosa yg besar maupun yg kecil. Adapun kalau ada kesalahan yg mereka lakukan, tidak lebih dari kekeliruan yg tidak disengaja atau karena faktor lupa.
Telah diketahui secara umum, bahwa segala perbuatan kebajikan yg dilakukan oleh para ‘arif billah akan diberi pahala yg berlipat ganda, demikian pula segala kesalahannya akan dinilai dosa secara berlipat ganda.
Ada kemungkinan dosa kecil yg mereka lakukan akan dinilai sebagai dosa besar, karena mereka telah berada di lingkungan terdekat dengan Allah Ta’ala, dimana lingkungan tersebut tidak boleh dinodai oleh dosa sekecil apapun. Hal ini sebagaimana yg disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
ŁŁ°ŁŁŲ³ŁŲ§ŁŲ”Ł Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ Ł ŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŲŖŁ Ł ŁŁŁŁŁŁŁŁ ŲØŁŁŁ°ŲŁŲ“ŁŲ©Ł Ł ŁŁŲØŁŁŁŁŁŁŲ©Ł ŁŁŲ¶Ł°Ų¹ŁŁŁ ŁŁŁŁŲ§ Ų§ŁŁŲ¹ŁŲ°ŁŲ§ŲØŁ Ų¶ŁŲ¹ŁŁŁŁŁŁŁ Ū ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų°Ł°ŁŁŁŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŁŲ±ŁŲ§. ŁŁŁ ŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŲŖŁ Ł ŁŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŲ±ŁŲ³ŁŁŁŁŁŁŪ¦ ŁŁŲŖŁŲ¹ŁŁ ŁŁŁ ŲµŁ°ŁŁŲŁŲ§ ŁŁŁŲ¤ŁŲŖŁŁŁŲ§Ł Ų£ŁŲ¬ŁŲ±ŁŁŁŲ§ Ł ŁŲ±ŁŁŲŖŁŁŁŁŁ ŁŁŲ£ŁŲ¹ŁŲŖŁŲÆŁŁŁŲ§ ŁŁŁŁŲ§ Ų±ŁŲ²ŁŁŁŲ§ ŁŁŲ±ŁŁŁ ŁŲ§
“Hai istriĀ² Nabi, siapaĀ² di antaramu yg mengerjakan perbuatan keji yg nyata, niscaya akan di lipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yg demikian itu mudah bagi Allah. Dan barangsiapa di antara kamu sekalian (istriĀ² Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yg saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yg mulia.” (QS. al-Ahzab (33): 30 31)
Disebutkan bahwa ‘arif billah al-Imam Ibnul Jalaā ra. pernah melihat seorang pemuda yg berwajah tampan, maka dikatakan kepadanya: “Pasti engkau akan segera mendapat sangsinya.” Maka Al-Qur’an yg telah dihafalkannya menjadi hilang dari ingatannya.
Disebutkan pula, bahwa ada seorang yg telah sampai kepada Allah Ta’ala pernah mempunyai perasaan ingin berbuat maksiat ketika ia sedang dalam shalatnya, maka Allah Ta’ala menjadikan hitam seluruh tubuhnya dan hal itu berlangsung cukup lama sampai setelah dimohonkan ampun oleh orangĀ² shaleh lainnya.
Disebutkan juga bahwa Imam Junaid ra. pernah melihat seorang miskin yg sedang mintaĀ². Maka ia berkata dalam hatinya: “Andaikata orang ini bekerja dan ia tidak mintaĀ², pasti akan lebih baik baginya.” Maka ketika ia bangun untuk beribadah di malam hari, ia tidak akan mendapatkan kenikmatan dan kegunaannya untuk beribadah menjadi hilang dan ia pun tertidur pulas.
Dalam tidurnya ia melihat orang miskin tersebut mengulurkan sepotong daging kepadanya seraya berkata: “Makanlah daging ini, karena engkau telah menggunjing diriku.” Maka ia berkata: “Aku hanya berkata dalam hatiku.” Maka dikatakan kepadanya: “Seorang yg sepertimu tidak pantas melakukan hal seperti itu.”
Disebutkan juga bahwa ada seorang yg telah sampai kepada Allah Ta’ala mendapat sangsi dari Allah Ta’ala ketika ia mempunyai perasaan ingin makan sesuatu yg dihalalkan. Hal itu terjadi karena ia berlaku tidak sopan kepada Allah Ta’ala.
Disebutkan juga bahwa al-lmam asy-Syaikh Abu Thurab an-Nahsyabi ra. pernah mempunyai perasaan ingin makan roti dan telur, sehingga ia pergi ke pasar untuk mewujudkan keinginannya. Maka di saat itu ada seorang yg menarik baju al-lmam asy-Syaikh Nahsyabi ra. dan ia berkata: “Lelaki ini adalah teman para pencuri.”
Maka ia dipukuli oleh penduduk yg ada di pasar itu. Untungnya ada seorang yg mengenalnya, sehingga mereka dilerai. Setelah itu ia di antarkan ke rumahnya dan diberikan kepadanya roti serta telur yg ia inginkan.
Maka asy-Syaikh an-Nahsyabi ra. berkata kepada dirinya: “Makanlah roti dan telur yg menyebabkan aku dipukuli oleh orang banyak.”
Disebutkan juga bahwa ada seorang ‘arif billah yg ingin makan ikan, sehingga ia mengulurkan tangannya kepada seekor ikan yg telah terhidang di depannya, maka dengan izin Allah Ta’ala, tangan si ‘arif billah tersebut terkena duri ikan sampai terluka.
Disebutkan juga bahwa al-Imam asy-Syaikh Abul Ghaits ra. pernah mencium istrinya tanpa niat, sehingga ia turun dari kedudukannya di sisi Allah Ta’ala selama setahun. Dan kisahĀ² tentang mereka masih banyak lagi. Andaikata kami menukilkan kisahĀ² semacam itu, maka kami telah menyimpang dari maksud kami yg sebenarnya, yaitu ingin meringkas keterangan kami.