Dhat atau Zat, yaitu Zat Allah. Allah Ahad. Sebelum penciptaan Semesta, Allah telah ada dan tidak ada yang bersama-Nya. Saat mendengar ini, Imam Junayd menyatakan, “Ada, sebagaimana Ia ada sebelumnya!” Allah Ahad dalam tindakan-tindakan-Nya, sifat-sifat-Nya dan Dhat-Nya, jika tidak begitu tidak ada tauhid. Sebagaimana sifat adalah sumber tindakan, maka Dhat adalah sumber sifat. Dhat hadir dalam setiap tingkatan. Suatu kesalahan menuduh para sufi itu mengaku-mengaku bahwa mereka hanya tahu tentang Dhat saja. Allah tidak mungkin dibagi-bagi karena jika demikian, hancurlah tauhid. Yang kita kenali adalah bahwa pada setiap sisi keberadaan memiliki suatu wahana yang dapat dipahami, dan wahana-wahana ini berbeda. Si arifin mencari satu tempat berhenti dari perbedaan yang bisa memberinya pencerapan langsung dari Al Haqq. Pada rahasia Dhat itulah terletak hati dari pencariannya si arifin. Itulah yang menyatukan berbagai yang berlawanan. Ajaran ini bukan panteisme*, karena semesta tidak memiliki kekekalan kenyataan, walaupun ia adalah arena kenyataan yang dipahami melalui wahana dalam-waktunya. Ajarannya bukan monisme** karena si hamba adalah hamba dan Sang Rabb adalah Rabb, dalam wahana dalam waktunya. Jika tidak ada dalam waktunya maka tidak ada Kekuasaan Rabb.
Tauhid ialah pernyataan Allah dalam Kesempurnaan-Nya. Sebagaimana dinyatakan Imam Junayd: “Ketika yang di-luar waktu muncul, maka yang di-dalam waktu tertelan padanya.” Sehingga makna Dhat mewujud dari sempurnanya fana namun ingati bimbingan Shaykh al-Kamil yang berkata:
“Kenali keindahan Dhat dalam segala perwujudannya. Karena jika tanpanya, keberadaan Perwujudan-Nya tidak akan terbentuk.”
Catatan :
*) pan·te·is·me /pantéisme/ n 1 ajaran yang menyamakan Tuhan dengan kekuatan-kekuatan dan hukum-hukum alam semesta; 2 penyembahan (pemujaan) kepada semua dewa dari berbagai kepercayaan
**) mo·nis·me n 1 pandangan bahwa semesta itu merupakan satu satuan tunggal; 2 pandangan bahwa materi dan alam pikiran itu satu
Sumber: 100 Langkah