Wujud adalah derajat ketiga ekstase. Dalam wujud, kesadaran menguasai kekaguman dan tafakur menerangi kekuatan. Tanda dari wujud ialah bahwa seseorang yang mengalaminya cukup sadar untuk berusaha menyembunyikannya dari saudaranya yang lain dan untuk mencegah ketertarikan perhatian bukan semata-mata karena adab pada mereka yang lain, melainkan karena adab atas keadaan itu sendiri sehingga ia bisa semakin dalam dirasakan dan dinikmati.
Hal yang sangat penting bahwa si pencari tidak perlu merasa malu atau berusaha membendung sebuah keadaan wajd apapun derajatnya. Kita tidak mengizinkan simulasi mengada-ada wajd (disebut tawajud). Begitu pula kita tidak mencuri keadaan orang lain. Jika wajd turun, menyisihlah. Sungguh tidak mungkin untuk merasakan keadaan-keadaan ini karena padanya Si Pengawas sama merusaknya dengan Si Pencerca, yang akan mencelanya sebagai tak berharga. Inilah dua peran yang dipakai oleh nafsu untuk mencegah si pencari dari cahaya-cahaya makrifat. Begitu juga jika wujud datang, maka sudah terlambat untuk berdhikir. Untuk inilah dhikir dan sama’a*) itu dilangsungkan. Inilah suatu Kehadiran, dan didalam Kehadiran sudah tidak perlu lagi memanggil-manggil, karena adab untuk Kehadiran ialah bersujud dan sujudnya wujud ialah sujudnya hati.
Pimpinan kita, Imam Junayd, berkata: “Wujudi an aghiba anil-wujud bima yabdu alayya minal-shuhud” – “Wujudku ialah aku memangkirkan diriku sendiri dari kehidupan karena apa yang disajikan padaku dalam penyaksian.”
Maka Shaykh al-Akbar menyimpulkannya sebagai “Wujud (menemukan) ialah merasakan al-Haqq dalam wajd (ekstase).”
Catatan :
Sama’a; Fi’il madhinya سَمِعَ (sami’a)
Fi’il mudhari dari sami’a adalah يَسْمَعُ (yasma’u)
Arti sami’a/yasma’u adalah mendengar.
Sumber: https://bahasaarabdanartinya.blogspot.com/2017/08/mufradat-b-arabpenjelasan-fi-mudhari.html
Sumber: 100 Langkah