Wara’ adalah kehati-hatian. Tahapan terendahnya, yaitu menghindari yang haram dan yang meragukan. Di pertengahannya, yaitu berpaling dari yang meragukan untuk memilih segala yang pasti mendatangkan manfaat. Artinya, menghindari segala sesuatu yang mungkin menggelapkan hati. Adapun tahapan tertingginya, yaitu menghindari segala hasrat, kecuali hasrat kepada Allah.
Hasan al-Basri radhiallahu’anhu suatu hari ditanya, apakah pokok dari Din (transaksi kehidupan) ini? Ia menjawab, wara’.
Jika anda penuh kehati-hatian memeriksa diri anda sendiri dan lapang atas penilaian pada orang lain, itu lebih baik bagi anda daripada anda begitu berhati-hati dalam menilai orang lain dan berlapang-lapang menilai perilaku anda sendiri.
Sang faqir harus berjaga dari mentafakuri kehati-hatiannya sendiri, atau berbangga atasnya, atau menikmatinya, karena itu bisa saja berubah jadi cobaan baginya. Ingatlah, bahwa ada orang-orang yang melaksanakan segala amal saleh dan berhati-hati atas segala sesuatu, namun hatinya tetap saja mengeras. Pelaksanaan wara,’ yaitu dengan membebaskan diri dalam pencarian mendesak atas pencerahan dan ilmu. Itulah biaya yang harus dibayar dan pajak yang harus ditanggung dengan gembira seraya menyadari bahwa tidak ada apapun padanya, selain manfaat bagi diri anda dan orang lain. Maka, tidak ada apapun dalam hal ini yang dapat digunakan untuk membenarkan berpuas diri, karena semuanya demi kebaikan diri anda.
Jika anda berhenti di wara’, khalayak terpelihara, namun diri anda sendiri tidak terpelihara. Jika anda menjadikannya sebagai jalan, anda aman dan orang lain pun terdidik.
Sumber: 100 Langkah