Wajd adalah derajat awal ekstase*). Istilah ini berasal dari akar huruf w – j – d. Artinya ialah untuk menemukan diri sendiri, untuk menemukan, untuk sungguh-sungguh menginginkan, untuk ada. Karenanya bisa dikatakan bahwa akar kehidupan itu sendiri adalah ekstase.
Shaykh al-Akbar menyebutnya, “Ia adalah apa yang tiba-tiba dijumpai hati pada keadaan-keadaan gaibnya terlepas dari penyaksian.”
Tahapan kedua ekstase disebut wijdan. Shaykh ibn Ajiba menyatakannya sebagai keadaan ketika kemanisan penyaksian berlangsung, biasanya diikuti dengan kemabukan dan kekaguman.
Pada dua keadaan ini sesuatu yang berasal dari keadaan batin, tumpah, dan membanjiri pertemuan. Meskipun beberapa sufi mengizinkan meniru perilaku pada saat ekstase dengan niat supaya mereka bisa tiba pada keadaan itu, perilaku ini sungguh terlarang pada kumpulan Shaykh al-Kamil yang menyatakan bahwa orang-orang di masa kini sudah benar-benar rentan terhadap gangguan keadaan neurotik. Jika hal-nya itu benar-benar asli, maka tugas salihun di antara para Sufi untuk menenangkan dan membimbing orang itu untuk kembali tenang, tanpa paksaan, atau kekerasan. Dengan mengulang-ulang menyebut Asma-asma penuh Rahmat saja dapat mengakibatkan hasil yang menakjubkan atas hati yang kacau. Kami pernah menjumpai seorang majdhouba (seorang wanita majdhoub, Peny.) di dinding Ka’bah dalam keadaan wijdan, kekuatan jalali yang begitu besar dari Ka’bah telah meliputinya dan dia begitu kebingungan. Dengan membacakan kepadanya, “Yaa Rahman, Yaa Rahim” berkali-kali, ia segera terlepas dari keadaan yang menghancurkan itu. Pembacaan Al Quran senantiasa menenangkan mereka yang sedang kebingungan, namun Allah-lah yang Maha Tahu.
Catatan :
*) eks·ta·se /ékstase/ n keadaan di luar kesadaran diri (seperti keadaan orang yang sedang khusyuk bersemadi)
Sumber: 100 Langkah