Langkah Keduapuluh Enam – Sir
Sirr, sir, berarti rahasia. Inilah penggambaran ketiga dari lokus diri. Perhatikan dan pahamilah takrif* dari Shaykh al-Akbar. Beliau berkata:
“Ini diterapkan, dan mereka berkata bahwa sir ilmunya bersesuaian dengan makrifatnya seorang yang mengetahuinya, dan sir hal-nya bersesuaian dengan makrifat yang dikehendaki Allah padanya, dan sir hakikatnya ialah atas indikasi yang diberikan.”
Haruslah kini menjadi jelas bagi si pencari bahwa apa yang dimulai sebagai sebuah pencarian otobiografis untuk menemukan makna historis keberadaannya, telah disapu bersih. Ia tidak mampu lagi melihat dirinya sebagai seorang yang berkisah. Ia terbenam dalam sebuah penelitian alami atas dirinya sendiri dimana ia memperhatikan berbagai keadaan dirinya sebagaimana seorang ahli biologi menaklik** organisme dalam lingkungan hidupnya. Apa yang ditemukan pada dirinya sendiri adalah seseorang yang tahu, seorang yang tahu, yang kapasitasnya dapat diperdalam dan makin diperdalam sehingga pada setiap tahapan perjalanan ia harus membuang apa yang telah diketahui sebelumnya. Maka hidupnya dapat dikatakan sampai pada akhirnya saat ilmunya berawal.
Sang sufi hidupnya anumerta***. Tidak tersampir**** pada apapun, ia mampu merasakan kehalusan dan semakin halusnya makna-makna dari lokus diri/semesta. Wilayah pertama sir itu aktif, hidup, dan melibatkan kemampuan untuk memahami apa yang diperlihatkan dan berpegang kepada himma hanya bagi Allah semata. Wilayah keduanya pasif. Disini semua pembimbing ditinggalkan. Ilmu dicapai di kedalaman muraqabah, menyaksikan. Wilayah ketiga begitu halus, tidak bisa dibincangkan kecuali dalam bahasa isyarat seperti yang dipakai oleh Sultannya para Pecinta, Shaykh Ibn al-Farid. Ia aktif atau pasif. Itu mengutarakan perjumpaan tauhidnya. Disebut sebagai sirr-as-sirr. Sirnya sir. Shaykh al-Akbar menyatakannya: “Sesuatu yang dengannya Allah diisolasi dari si hamba.”
Sumber: 100 Langkah