Dhikir, mengingat Allah, ialah amalan utama para Sufi. Ada tiga derajatnya. Bagi kalangan awam adalah dhikir lidah. Bagi kalangan khusus adalah dhikir hati. Bagi para khususnya khusus adalah dhikir sir, dhikir rahasia. Yang pertama sudah masyhur. Yang kedua adalah dhikir yang disertai kesadaran, sehingga hati menjadi ajang tafakur di Hadirat Rabbi. Yang terakhir adalah peristiwa dahsyat. Padanya lidah kelu dan hati tenang.
Yang pertama adalah dhikir Huwa, kata ganti ketidakhadiran. Yang kedua adalah dhikir Anta, kata ganti kehadiran. Yang ketiga adalah dhikir Ana, kata ganti tauhid.
Pergerakan dari tahap pertama ke tahap kedua ditandai oleh terangsangnya tubuh, seperti berayun dengan teratur, cetusan tiba-tiba, bangkit berdiri, dan lain-lain. Pergerakan dari tahap kedua ke tahap yang terakhir ditandai oleh mati rasa-nya anggota tubuh, dan kelunya lidah sehingga dhikirnya hilang.
Mursyidku, Sang penuang anggur, Shaykh al-Fayturi berkata tentang hal ini, “Sungguh luar biasa! Engkau mencari-cari dhikir! Lihatlah, dhikirnya mencari dirimu!”
Dalam Hikam dikatakan, “Jangan meninggalkan dhikir karena engkau gagal merasakan Kehadiran Allah padanya. Lupanya dirimu untuk berdhikir pada-Nya lebih buruk daripada ke-alpaanmu saat berdhikir pada-Nya. Mungkin saja Dia meninggikanmu dari dhikir yang alpa kepada dhikir yang penuh perhatian, dan dari dhikir yang penuh perhatian kepada dhikir yang disertai Kehadiran, dan dari dhikir yang disertai Kehadiran kepada dhikir dimana segala sesuatu hilang, kecuali Yang Disebut. Semuanya mudah bagi Allah.”
Azasi bagi perjalanan menuju Allah ada tiga perkara.
DHIKIR adalah yang pertama.
Sumber: 100 Langkah