Al-‘Ama berarti halimun*) agung.
Dalam riwayat Tirmidhi terdapat hadis mulia ketika Rasulullah ditanya: “Di mana Allah sebelum penciptaan Semesta Alam?” Beliau menjawab: “Ia berada di ‘Ama.” Dijelaskan bahwa ‘Ama tidak memiliki sifat atas dan bawah. Dengan kata lain ia adalah ruang-ketiadaan asasi di ketidakadaan waktu. Sayyidina Ali, semoga Allah memuliakan wajahnya, juga ditanya hal yang sama dan setelah lama diam, ia menjawab: “Bertanya di mana Allah adalah menanyakan tempat. Sedang, Allah ada, namun tidak ada tempat. Lalu Dia menciptakan waktu/tempat dan Dia ada kini, sebagaimana Dia ada sebelum waktu/tempat.”
Maka ‘Ama ialah sebuah kekosongan tanpa bentuk-bentuk padanya, benar-benar hampa, tidak ada. Kehampaan asali. Pada suatu tahapan dalam tafakur mendalam arifin di perjalanan menuju Allah, mereka akan memasukinya, jika Allah kehendaki, ke dalam kabut gelap besar yang tidak bisa dibedakan. Sebelum keberadaan waktu.
Shaykh Ibn al-Habib menasihati:
“Wahai engkau yang merindukan kehadiran sebagai saksi mata, engkau harus bangkit di atas arwah dan berbagai bentuk.
Dan bergantunglah pada kehampaan asali, dan jadilah dirimu seakan engkau belum fana, wahai yang telah fana!
Pastilah engkau akan melihat sebuah rahasia yang makna-maknanya telah menyebar di setiap zaman.”
Catatan :
*) ha·li·mun n kabut
Sumber: 100 Langkah