Para badal, para pengganti.
Shaykh al-Akbar berkata, “Mereka bertujuh. Sesiapa berjalan dari satu tempat sedangkan tubuhnya tetap tinggal dalam bentuknya, sehingga tidak seorang pun menyadari bahwa ia telah pergi, dia itulah sang badal dan bukan yang lain. Ia dimodelkan pada kalbu Ibrahim, ‘alayhissalam.”
Tentang ketinggian maqam mereka, Shaykh Ibn al-Habib berkata, “Jalan setapak pengabdian Abdal kepada Allah adalah kelaparan, arik*, diam, khalwat dan zikir.” Ini sebuah pernyataan yang disepakati semua wali-wali besar.
Sebagaimana orang awam tidak henti bicara tentang berbagai keramat, padahal itu perkara umum biasa di kalangan orang-orang saleh, maka ilmu dan pengenalan terhadap sang abdal dan mereka yang melampauinya, dibicarakan dan disangkal oleh mereka yang sidik. Namun tidak ada keraguan. Mereka ada. Di sini dan di sana. Terhadap semesta, mereka layaknya kalbu terhadap jasad. Jika mereka punah, maka jasad pun punah karena merekalah kehidupan dan maknanya. Namun tidak berarti tidak ada kabar berita tentang mereka. Ada. Tetapi itu berasal dari si sidik, pada si sidik, atas firman Al Haqq, bukan dari si jahil di lidah gosip. Sang abdal, bahkan mereka ini pun tidak mengisyaratkan batas kemampuan spiritual.
Catatan :
arik2 v 1 tidak tidur sepanjang malam; begadang; 2 tidak dapat tidur