Taraqqi berarti kebangkitan. Talaqqi adalah penerimaan.
Yang pertama dirinci Shaykh al-Akbar sebagai, “Berkelana dalam berbagai hal, maqam, dan makrifat.” Yang kedua sebagai, “Engkau menerima apa yang tiba kepadamu dari Allah.”
Sang arifin tidak berhenti dalam safarnya, namun kini safarnya ialah dalam Allah dan karena Allah, dengan kesadaran dan merasai, meminum dan ekstasi, serta penemuan dan penyingkapan atas penyingkapan, sesuai permohonan dan hadiah dari Sang Kekasih.
Dalam hal-hal itulah sang arifin menjumpai akhirnya satu kegembiraan yang tidak ada dalam hal-hal yang sangat ia inginkan atau pun pernah diharapkan, karena kegembiraan ini merupakan sebuah hadiah dari Allah yang keberadaannya tidak diketahuinya, dan pasti tidak bisa diketahui. Karena tidak ada sarana kepada pertandanya dan tidak ada cara kepada pengenalannya. Ia dikenali oleh mereka yang kenal padanya dan kesenangan bagi dia yang senang padanya. Itulah penemuan terus-menerus. Itulah pembaruan yang langgeng. Itulah penyaksian yang senantiasa segar atas keindahan dan ketundukan, yang senantiasa segar atas keagungan.
Maka tibalah masa bagi sang arifin ketika ia menyadari bahwa manusia dirinya sendiri tidaklah seperti yang ia pernah pikirkan, dalam hal keburukannya dan kepicikannya dan kelalimannya. Insan manusia itu begitu lapang, amat mampu atas hal yang tidak terbatas. Ini membawa kepada kelahiran terhadap kerinduan dan suka cita baru bagi sang arifin, untuk menyampaikan kepada bani Adam kabar gembira dan peringatan. Dan untuk mengajak khalayak ke jalan ilmu tentang dirinya sendiri, penyaksian dan keajaiban-keajaiban.
Sumber: 100 Langkah