Allah Ta’ala berfirman, “Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah.” [QS. Luqman 31:33]
Allah Ta’ala berfirman, “…dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu.” [QS. al-Hadid 57:14]
Al-gharur adalah ketergantungan hati pada sesuatu yang sebenarnya tidak layak dijadikan pegangan. Seperti kebergantungan orang alim pada ilmunya, kebergantungan hakim pada kebijaksanaannya, kebergantungan seorang zahid pada kezuhudannya, kebergantungan si tukang maksiat pada penangguhan hukuman dari Allah terhadap dirinya, dan kebergantungan si kaya pada kekayaannya.
Di masyarakat umum sering terjadi kesalahpahaman antara al-ghurur (keterperdayaan) dan ar-raja’ (pengharapan). Misalnya, mereka terus menerus melakukan perbuatan buruk sambil bergantung pada keluasan rahmat Allah Ta’ala dan banyaknya nikmat karena tidak memahami perbedaan antara raja’ dan ghurur. Padahal raja’ hanya akan menjadi nyata saat ada sebab-sebab kebahagiaan dan kemenangan. Harusnya seorang hamba melakukan ketaatan, baru kemudian berharap amalnya diterima. Sedangkan al-ghurur terjadi saat tidak adanya sebab-sebab kebahagiaan dan kemenangan. Oleh karena itu, janganlah engkau menjadi bagian dari mereka yang mencari akhirat tanpa beramal salih, lalu menunda-nunda tobat dengan angan-angan kosong. Jangan sampai engkau bicara dunia bak seorang zahid tetapi berbuat dengan amalan para pecinta dunia yang kalau pun diberi dunia, dia tidak akan kenyang, dan jika tidak diberi, dia tidak merasa cukup.
Dia mengharap keselamatan, tetapi dia tidak menempuh jalan-jalannya
Padahal perahu takkan pernah bisa jalan di daratan
Keterperdayaan terbesar di antaranya adalah terus menerus melakukan perbuatan dosa karena memiliki harapan akan ampunan dari Allah, yang bahkan tidak disertai penyesalan. Yang lainnya adalah mengharap-harap dekat dengan Allah tanpa melakukan ketaatan. Mengharap panen surga dengan menanam benih neraka. Mencari tempat orang-orang yang taat dengan melakukan maksiat. Allah Ta’ala berfirman, “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” [QS. al-Jatsiyah 45:21]. Yakni, orang-orang yang melakukan dosa dan amalan tercela itu menyangka bahkan kelak di akhirat mereka akan disamakan dengan orang-orang yang beramal shalih? Tidak mungkin! Buruk sekali apa yang mereka sangka itu.
Di dalam hadis qudsi disebutkan, “Betapa tak punya rasa malu orang yang demikian rakus menginginkan surga-Ku tanpa beramal salih. Bagaimana Aku akan berderma dengan rahmat-Ku kepada orang yang bakhil menaati-Ku?”
Ketahuilah bahwa di dalam syariat manapun cinta dunia merupakan hal tercela. Cinta dunia merupakan biang kejahatan dan sebab semua fitnah. Para ‘arif berkata, “Cinta dunia adalah biang setiap kesalahan.” Apabila cinta dunia telah merasuki hati hamba, ia akan merusak dan menjadikan hati laksana tanah gersang yang tak menumbuhkan sedikitpun kebaikan.
Bila cinta dunia merupakan biang setiap kesalahan, maka benci dunia merupakan pokok pangkal ketaatan dan kebaikan. Karena itu jangan sampai urusan dunia membuat engkau jauh dari Allah. Barangsiapa kepentingan dunianya hanya sesuatu yang bisa mencukupinya, maka yang sedikit sudah bisa mencukupinya. Sedangkan orang yang mencari kekayaan dari dunia ini, sungguh tidak ada sesuatu pun darinya yang bisa membuat dia kaya.
Seorang hamba hendaklah bersikap zuhud dalam dunia dengan tidak merasa gembira mendapati harta yang ada di tangannya dan tidak merasa sedih dengan harta yang luput darinya. Jangan sampai kesibukan mencari dunia dan bersenang-senang dengannya membuat dia lupa mengerjakan amal (ibadah) yang lebih baik baginya menurut Allah Ta’ala. Hamba juga mesti membersihkan hatinya dari cinta kehormatan, sehingga baginya pujian dan celaan tiada beda, demikian pula penerimaan dan penolakan orang-orang terhadap dirinya.
Cinta kehormatan dan jabatan lebih berbahaya daripada cinta harta benda, meskipun keduanya merupakan penanda cinta dunia. Dunia adalah musuh manusia. Karena itu Allah tidak lagi memandang dunia sejak Dia menciptakannya.
Dunia menampakkan diri di mata para wali Allah dengan berbagai perhiasan dan gemerlapnya, sehingga para wali mesti rela menelan pahitnya kesabaran dalam memutuskan hubungan diri mereka darinya. Setiap hal yang menyibukkanmu hingga lalai dari Allah Ta’ala, itulah dunia. Sedangkan segala sesuatu yang membantumu menghadap kepada Allah itulah akhirat. Allah Ta’ala telah menerangkan hakikat dunia dengan firman-Nya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, Perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [QS. al-Hadid 57:20]
Juwaibir meriwayatkan dari Adh-Dhahak, “Ketika Allah menurunkan Adam dan Hawa ke alam dunia, keduanya mendapati aroma dunia dan kehilangan aroma surga hingga pingsan selama empat puluh hari. Keduanya pingsan selama itu karena demikian busuknya bau dunia.” Maka alangkah anehnya orang yang meyakini dan menginginkan rumah keabadian malah mengusahakan dunia yang menipu.
Rasulullah saw. bersabda, ” Barangsiapa mencintai dunia, dia telah memadaratkan akhiratnya. Dan barangsiapa mencintai akhiratnya, dia telah membahayakan dunianya. Maka, kalian harus lebih mementingkan kehidupan yang akan kekal daripada kehidupan yang bakal sirna.” [Hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad di dalam musnad-nya, diriwayatkan pula oleh al-Hakim]. Maksudnya, dunia dan akhirat itu berlawanan. Keduanya bagaikan dua madu, apabila Anda lebih condong pada istri yang satu, maka yang lainnya akan cemburu. Dunia dan akhirat laksana dua neraca timbangan, bila yang satu lebih berat maka yang lainnya akan terangkat. Dunia dan akhirat seperti timur dan barat, bila yang satu mendekat yang lain akan menjauh. Dunia dan akhirat laksana dua ruang jam pasir, ruang yang satu akan terisi sebanyak pengurangan isi ruang yang satunya lagi.
Zaid ibn Tsabit r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, ”Barangsiapa niatnya akhirat, Allah akan menghimpunkan kekuatannya, menjadikan hatinya kaya, dan dunia akan mendatanginya dengan hina dina. Barangsiapa niatnya dunia, Allah akan mencerai beraikan urusannya dan menjadikan kefakiran di depan matanya, dan tidak ada dunia yang akan mendatanginya selain yang telah ditetapkan Allah untuknya. ” (HR. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi)
Jundab meriwayatkan bahwa suatu hari ‘Umar r.a. masuk ke rumah Nabi saw. Saat itu beliau sedang duduk di atas tikar yang selalu berbekas di punggung mulianya. Melihat kondisi beliau, ‘Umar menangis. Lalu Rasulullah saw. bertanya, ”Apa yang telah membuatmu menangis, wahai Umar?” , Umar menjawab, ”Aku teringat Kisra dan Kaisar serta gemerlap dunia yang mereka miliki. Tetapi engkau, ya Rasulullah, di punggungmu bahkan mengecap tapak tikar.” Rasulullah saw. menjawab, ”Mereka adalah orang-orang yang nikmatnya disegerakan di dunia ini. Sedangkan kita adalah orang-orang yang nikmatnya diakhirkan untuk akhirat kelak,” (HR. Al-Bukhari)
Sayyidina ‘Ali r.a. berkata, “Aku mengkhawatirkan dua hal menimpa kalian, yaitu panjang angan-angan dan menuruti hawa nafsu. Sebab panjang angan-angan akan melalaikan kalian dari akhirat, sedangkan menuruti hawa nafsu akan menghalangi kalian dari kebenaran. Sungguh, dunia terus pergi dan berlalu, sedangkan akhirat datang menghadap. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak. Dan kalian, jadilah sebagai anak-anak akhirat. Jangan menjadi budak-budak dunia. Karena di hari ini (dunia) hanya ada kesempatan beramal, tiada hisab. Sedangkan esok di akhirat hanya ada hisab, tiada lagi kesempatan beramal.”
Di dalam syair disebutkan,
Sesungguhnya kehidupan dunia ini sekadar perhiasan
yang memilihnya hanya si bodoh bin tolol
yang telah berlalu tidak akan kembali, dan yang diangankan belum tentu ada
dan yang kau punya hanya kesempatanmu saat ini
Penyair lainnya berkata,
Waktu dan hari-hari terus berlalu menyisakan dosa untukku
utusan kematian datang menjemput saat hati lalai pada-Mu
Kesenanganmu di dunia adalah perdaya dan kesengsaraan
Dan hidupmu di dunia tak mungkin abadi
Ingatlah, segala sesuatu selain Allah adalah batil
dan semua kenikmatan yang tak bertempat pasti akan lenyap
Yang lain berkata,
Allah mempunyai hamba-hamba yang cerdas
Mereka mencerai dunia dan mewaspadai fitnahnya
Mereka menatap dunia, dan saat mereka tahu
dunia bukan tempat menetap
mereka memandangnya sebagai lautan
lalu mereka jadikan amal salih sebagai perahu untuk mengarunginya
Amal salih inilah perahu yang akan membawamu. Keinginan yang kuat padanya adalah lautanmu. Hari-hari adalah ombaknya. Tawakal adalah naungannya. Alqur’an adalah petanya. Menahan hawa nafsu adalah tali-temalinya. Mati adalah pantainya. Kiamat adalah tanah niaga yang kau tuju, dan Allah adalah pemiliknya.
Sudah semestinya orang berakal menerima dengan rela hati bagian dunianya sekadar untuk menutupi kebutuhan. Jangan sibuk mengumpulkan dunia, tetapi sibuklah beramal untuk akhirat. Sebab akhirat adalah tempat menetap yang kekal, sedangkan dunia sungguh hina dan pasti berlalu. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan makhluk yang lebih dibenci-Nya daripada dunia. Dan sejak menciptkannya, Allah tidak lagi memandangnya.” (HR. Al-Hakim)
Rasulullah saw. bersabda, “Seandainya dalam penilaian Allah dunia ini sebanding dengan sayap seekor nyamuk saja, tentu Dia tidak akan memberikan seteguk pun darinya kepada si kafir.” (HR. At-Tirmidzi dan adh-Dhiya’)
Rasulullah saw. bersabda kepada Ibnu ‘Umar, “Jadilah engkau di dunia ini laksana orang asing atau pengembara. Hitunglah dirimu di antara orang-orang yang telah mati. Saat berada di pagi hari, jangan kau ajak dirimu bicara tentang sore hari. Bila dirimu berada di sore hari, jangan kau ajak dirimu bicara tentang pagi hari. Ambillah bekal dari masa sehatmu untuk masa sakitmu, dari masa mudamu untuk masa tuamu, dari keluanganmu untuk kesempitanmu, dan dari hidupmu untuk matimu. Sebab engkau tidak tahu bagaimana keadaanmu esok hari?” (HR. At-Tirmidzi)
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang beriman berada di antara dua hal yang mengkawatirkan, yakni di antara waktu yang telah berlalu dan tempo waktu yang masih tersisa yang tidak dia ketahui apa yang akan diperbuat Allah padanya (masa datang). Oleh karena itu, hamba seyogianya mengambil bekal dari dunianya untuk akhiratnya, dari masa mudanya untuk masa tuanya, dan dari hidupnya untuk matinya. Demi Dia Yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, setelah kematian tidak ada lagi orang yang menegur, dan setelah dunia ini tidak ada lagi rumah selain surga dan neraka.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam as-Syu’ab.
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa memasuki pagi hari dan dunia menjadi perhatian terbesarnya, maka tidak sesuatu pun akan didapatnya dari Allah. Selain itu, Allah akan membuat hatinya menderita empat hal: kegelisahan yang tiada terputus selamanya, kesibukan yang tiada henti, kefakiran yang tak berujung kaya dan cita-cita yang tidak akan pernah tercapai.” (HR. Ath-Thabrani)
Ada syair mengatakan,
Tinggalkan kerakusan akan dunia
jangan tamak dalam hidup ini
Jangan kau kumpulkan harta
Sungguh engkau tidak tahu untuk siapa engkau mengumpulkannya
Sebab rezeki itu sudah dibagi
Sementara berburuk sangka itu tidak bermanfaat
Setiap orang yang tamak tentu fakir
Dan semua orang yang qana’ah pasti kaya
Wahai orang yang sibuk dalam urusan dunianya
Panjang angan telah menipunya
Dan dia selalu dalam kelalaian
sampai ajal semakin mendekat kepadanya
kematian datang tiba-tiba
dan kuburan adalah peti amal
Bersabarlah menghadapi gonjang-ganjing dunia
Tidak datang kematian selain ajalnya telah purna
Suatu hari ada seorang lelaki berkata kepada ‘Ali ibn Abi Thalib, ”Terangkanlah kepada kami ihwal dunia!” Imam ‘Ali menjawab, ”Apa yang perlu aku terangkan kepada kalian tentang rumah tempat si sehat tidak aman di dalamnya, tempat si sakit menyesal di dalamnya, tempat si fakir berduka dan orang yang merasa kaya tetap dicoba. Yang halalnya saja akan dihisab, sementara yang haramnya jelas menjadi siksa.”
‘Usman r.a. berakata, ”Gelisah dunia adalah gelap di hati. Gelisah akhirat adalah cahaya di hati.”
‘Umar r.a. berkata, ”Kemuliaan dunia dengan harta benda. Sedang kemuliaan akhirat dengan amal shalih.”
Ada syair mengungkapkan,
Kulihat pencari dunia
meski usianya panjang
serta telah memperoleh kesenangan dan kenikmatan dunia
dia seperti orang yang mendirikan bangunan,
yang setelah tegak berdiri bangunannya itu hancur
Ingatlah, dunia hanya serupa mimpi orang tidur
Tiada kebaikan hidup yang tidak akan pernah kekal
Renungilah, bila kemarin engkau telah memperoleh nikmat
dan engku telah pula memurnakannya
bukankah engkau hanya serupa pemimpi?
Rasulullah saw. bersabda, ”Barangsiapa mengeluhkan kesulitan hidupnya dia seakan-akan mengeluhkan Tuhannya. Barangsiapa bersedih untuk urusan-urusan dunia, berarti dia telah menjadi orang yang marah kepada Allah. Barangsiapa berendah diri kepada orang kaya karena kekayaannya, maka dua pertiga agamanya telah lenyap.” (HR. ath-Thabrani)
Rasulullah saw. bersabda, “Dunia sungguh terkutuk, demikian pula semua yang ada di dalamnya, kecuali yang diperuntukkan kepada Allah.” (HR Abu Na’im dan ath-Thabrani)
Bagi orang yang Allah kehendaki menjadi seorang wali, Dia akan membuatnya benci terhadap dunia, akan menolongnya melakukan berbagai amal shalih dan memudahkannya melakukan kebajikan. Seperti yang terjadi pada salah seorang di antara mereka. Suatu hari, dia pergi berburu di hutan. Tiba-tiba dia bertemu seorang pemuda yang mengendarai singa dan dikelilingi binatang buas. Ketika binatang buas itu melihatnya dengan cepat binatang itu menyerbu ke arahnya. Lalu si pemuda segera menenangkan binatang buas itu dan berkata, “Kelalaian macam apa ini? Apakah engkau sibuk dengan hawa nafsumu lalu meninggalkan urusan akhiratmu. Apakah engkau sibuk dengan kesenangan hingga lupa mengabdi kepada Tuanmu. Dia memberimu dunia untuk kau gunakan sebagai penopangmu dalam pengabdian kepada-Nya. Tetapi engkau malah menjadikannya sebagai media untuk bersenang-senang hingga lupa Tuanmu.” Kemudian muncul seorang perempuan tua membawa segelas air untuk si pemuda. Setelah minum, si pemuda itu menarik lelaki yang tadi berburu. Si pemburu bertanya kepada si pemuda tentang perempuan tua renta itu. Si pemuda menjawab, “Dia adalah dunia. la telah disuruh melayani aku. Apakah belum sampai kepadamu bahwa saat menciptakan dunia, Allah berfirman kepada dunia, “Siapa yang mengabdi kepada-Ku, maka layanilah dia. Dan barangsiapa berkhidmat kepadamu, perbudaklah dia.”
Setelah peristiwa tersebut, si pemburu itu keluar dari dunia dan menempuh jalan spiritual hingga menjadi seorang wali abdal.
Tidakkah kau lihat bagaimana siang dan malam membuat kita usang
Sementara kita terus bermain-main dalam sepi di keramaian
Jangan sampai engkau merasa senang dengan dunia dan kenikmatannya
Sebab negeri kita di dunia bukan negeri abadi
Beramallah untuk dirimu sebelum datang kematian
Banyak kawan dan saudara jangan sampai menipumu
Di dalam satu riwayat atsar disebutkan, “Perumpamaan seorang mukmin di dunia seperti janin di perut ibunya. Saat keluar dari perut ibunya, dia menangis karena harus keluar dari dunia lamanya. Namun ketika sudah melihat terang cahaya, dia tidak ingin kembali ke perut ibunya. Demikian pula halnya seorang mukmin, dia menderita teror maut. Namun ketika sampai kepada Tuhannya, dia tidak akan mau kembali ke dunia, seperti janin yang tidak akan mau kembali ke dalam perut ibunya.” Ini bagi mukmin yang berpaling dari dunia dan menyongsong akhirat.
Suatu ketika Ibrahim ibn Adham r.a. dimintai nasihat, “Berilah kami nasihat yang bermanfaat untuk kami.” dia menjawab, “Apabila kalian melihat orang-orang sibuk dengan urusan dunia, sibukkanlah diri kalian dengan urusan akhirat. Apabila mereka sibuk menghiasi lahiriah mereka, sibuklah kalian menghiasai batin kalian. Apabila mereka sibuk meramaikan kebun dan gedung, sibuklah kalian meramaikan kuburan. Apabila mereka sibuk dengan aib orang lain, maka sibuklah kalian dengan aib diri kalian masing-masing. Apabila mereka sibuk mengabdi kepada makhluk, maka sibuklah kalian mengabdi kepada Sang Pencipta, Tuhan semua makhluk.”
Saudaraku, ketahuilah bahwa malam dan siang terus berlalu dan takkan kembali. Kesempatan beramal takkan terulang, si pencarinya demikian begegas. Siang dan malam silih berganti demikian cepat merusak dirimu, menggerogoti usiamu dan menghabiskan tempo ajalmu. Janganlah engkau merasa tenang sebelum engkau tahu di mana tempat tinggalmu kelak, ke mana engkau kembali dan menetap. Lihatlah dirimu, tunaikanlah kewajiban yang telah engkau tinggalkan, laksanakanlah urusanmu yang mesti engkau penuhi di kekinianmu seakan-akan kiamat sudah terjadi.
Esok semua jiwa akan memenuhi apa yang diusahakannya
Si penanam kan menuai tanamannya
Apabila mereka telah berbuat baik, sungguh mereka telah berbuat baik untuk diri mereka sendiri
Dan jika mereka telah berbuat buruk, sungguh buruk apa yang mereka perbuat
Allah mempunyai rahmat dan kemurahan, meski kita tidak tahu
sungguh rahmat-Nya amat luas
ya Rabb, catatlah kami hari ini dalam golongan mereka
Yang berpegang teguh kepada Alkitab dan mengambil manfaat darinya
Berilah kami kecukupan dan ampunan dari kejahatan kami
Anugerahilah kami keamanan, karena kami sungguh berendah diri pada-Mu
Saudaraku, selagi hidup, usahakanlah bekal yang akan kau dapati manfaatnya setelah engkau mati. Sebab jika orang sudah mati, terputuslah pahala amalnya, terputus pula angan-angannya, sementara penyesalannya menjadi nyata, lalu kesedihan dan kesusahannya berlarut-larut. Maka dahulukanlah amal shalih yang bermanfaat bagimu.
Saudaraku, ketahuilah bahwa dirimu akan ditikam masa yang amat panjang saat engkau berada di bawah tanah. Dan engkau tidak bisa mendekatkan diri kepada Tuhanmu dengan sesuatu pun. Sungguh, masa itu hadir di hadapanmu, meski usiamu demikian panjang. Sepanjang apa pun usiamu, ia berlalu bahkan lebih cepat dari kedipan, membawa pergi semua kenikmatannya. Seakan-akan usia panjangmu itu sekadar kilasan mimpi.
Jiwa menangisi dunia, padahal dia tahu bahwa selamat dari dunia adalah dengan meninggalkan apa yang ada di dalamnya
Tidak ada tempat tinggal bagi seseorang setelah mati selain apa yang telah dia bangun sebelum mati
Bila dia membangunnya dengan kebaikan, maka rumahnya akan baik
Jika dia membangunnya dengan keburukan, maka rugilah orang yang membangunnya
Mana para raja yang sok kuasa hingga dia diminumi gelas kematian
Harta kita, untuk para pewaris kita kumpulkan
Dan rumah-rumah kita, kita bangun untuk dihancurkan waktu
Berapa banyak kota di jagat ini telah dibangun untuk kemudian hancur dan penghuninya dibinasakan maut
bagi setiap jiwa, meski ia takut akan mati, ada cita dari angan yang ditunaikannya
manusia menggelar angan-angan, sementara masa akan mencekalnya
jiwa membentangnya, sementara kematian melipatnya
Mengingat Mati
Wahai saudaraku, ingatlah bahwa kematian pasti terjadi pada kita semua, lalu kuburan akan mengurung kita, kiamat akan menghimpunkan kita, dan Allah akan menghakimi kita. Sungguh, Dia hakim terbaik.
Pada pasal ini kami akan menyampaikan sekelumit riwayat tentang mengingat mati untuk melembutkan hati kalian. Agar kalian mengingat yang tidak akan melupakan kalian, agar kalian merenungkan hal-hal yang pasti akan menjumpai kalian. Agar kalian tahu bahwa kuburan adalah tempat kembali kalian, agar kalian segera waspada hingga tidak terperdaya dunia, dan agar kalian bisa mengambil pelajaran darinya. Allah Yang telah menyempurnakan penciptaan kalian telah mengingatkan, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” [QS. al-Anbiya’ 21:35]
Allah Ta’ala berfirman, “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” [QS. al-Qashash 28:88]
Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [QS. al-Jumu’ah 62:8]
Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” [QS. as-Sajdah 32:11]
Allah Ta’ala berfirman, “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Luqman 31:34]
Allah Ta’ala berfirman, “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” [QS. Thaha 20:55]
Rasulullah saw. bersabda, “Perbanyaklah mengingat mati. Sebab mengingat mati dapat melebur dosa dan menghasilkan zuhud di dunia.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya)
Rasulullah saw. bersabda, “Perbanyaklah mengingat penghancur kesenangan.”'[*] Rasulullah saw. juga bersabda, “Cukuplah maut sebagai penasihat.” (HR. Ath-Thabrani)
[*] HR. Ibnu Majah, at-Tirmidzi dan yang lainnya. Yang dimaksud penghancur kesenangan adalah maut.
Rasulullah saw. pernah ditanya tentang orang yang paling cerdas, dan beliau menjawab, “Mereka yang paling banyak mengingat mati, yang paling serius mempersiapkan diri menyongsong maut. Mereka itulah orang yang cerdas. Mereka pergi membawa kemuliaan dunia dan akhirat.” Makna hadis ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dan yang lainya.
Al-Hasan berkata, “Kematian telah mencemarkan dunia, dan ia tidak menyisakan kegembiraan bagi orang yang cerdas.”
‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz r.a. mengumpulkan para ulama. Lalu mereka saling mengingatkan diri tentang kematian dan kiamat, hingga mereka semua menangis seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah.
Orang yang banyak mengingat mati akan dimuliakan dengan tiga perkara. Yakni, segera bertobat, hati yang selalu menerima dan bersemangat ibadah. Sedangkan orang yang melalaikan kematian akan ditimpa tiga musibah. Yakni, menunda-nunda tobat, tidak memiliki kerelaan untuk menerima yang sekadar cukup untuk menutupi kebutuhan, dan malas beribadah.”
Rasulullah saw. bersabda, “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kepada Allah sebelum kalian mati. Segeralah beramal salih sebelum kalian sibuk. Sambunglah antara diri kalian dan Tuhan kalian dengan banyak mengingat-Nya dan banyak bersedekah, di tempat yang tersembunyi dan di keramaian. Maka kalian akan dikaruniai rezeki, akan diberi pertolongan dan diberi ganti atas segala sesuatu yang hilang dari kalian.” (HR. Ibnu Majah)
Bersiaplah menyongsong ia yang pasti datang
Sesungguhnya kematian adalah miqat hamba
Apakah engkau rela menjadi teman mereka yang mempunyai bekal
sementara engkau tiada berbekal?
Di dalam satu atsar diriwayatkan, “Penyakit dan kelaparan merupakan pengantar kabar kematian, utusan maut. Lalu apabila ajal telah purna, malaikat akan datang dan berkata, ‘Wahai hamba, berapa banyak kabar telah datang silih berganti, berapa banyak utusan telah tiba bertubi-tubi. Aku adalah kabar terakhir, tidak ada lagi kabar setelah aku. Aku adalah utusan penutup, tidak ada lagi utusan setelah aku. Jawablah Tuhanmu, dengan suka rela maupun terpaksa.”
Apabila ruh seorang hamba telah dicabut dan keluarganya menangis meratapinya, malaikat berkata kepada mereka yang meratap dan menangisinya, “Demi Allah, aku tidak menzaliminya, tidak mengurangi tempo ajalnya, tidak pula aku makan rezekinya. Dia mati karena Allah telah memanggilnya. Maka, menagislah kalian yang menangisinya. Karena aku juga akan kembali mendatangi kalian, menjemput kalian satu persatu hingga tidak tersisa seorang pun dari kalian.”
Al-Hasan r.a. berkata, “Demi Dia Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya keluarga si mayit itu dapat melihat tempat malaikat atau mendengar ucapannya, niscaya mereka akan melupakan mayit yang sedang mereka tangisi dan beralih menangisi diri sendiri. Kemudian saat mayit itu dibawa ke tempat pemandian, ruhnya akan melayang berputar-putar di atas tempat pemandiannya sambil berseru-seru, ‘Wahai isteriku, wahai anakku, jangan sampai dunia mempermainkan kalian sebagaimana dunia telah mempermainkan aku. Aku telah mengumpulkan harta benda dari yang halal maupun yang tidak, lalu aku tinggalkan harta itu buat orang lain. Harta benda itu menjadi bagian kalian, menyisakan siksa untukku. Maka, waspadalah kalian! Jangan sampai kalian terperdaya seperti diriku.”‘
Saudaraku, bangkitlah dan sadarilah dirimu sebelum sang penyeru memanggilmu. Kenakanlah zirah kesabaran dan berjuanglah tanpa henti. Bersungguh-sungguhlah mencari selamat dan tembuslah semua rintangan yang menghadang. Kerjakanlah amal yang akan bermanfaat dan menyelamatkanmu di Hari Kiamat.
Apa yang terjadi padamu hingga nasihat dan teguran tak lagi berpengaruh
seakan-akan engkau sekadar benda mati
Engkau akan menyesal bila engkau beranjak pergi tanpa bekal
dan engkau akan sengsara saat penyeru memanggilmu
Jika kau mempercayai si pemilik dunia akan damai
Sungguh kedamaian dunia itu sejatinya kerusakan
Engkau jangan senang dengan harta benda yang engkau simpan
sebab yang kau harap padanya akan terbalik
Bertobatlah dari dosa yang telah kau perbuat selagi engkau hidup
dan sadarlah engkau sebelum mati
Apakah engkau rela menjadi teman mereka yang mempunyai bekal
sementara engkau tiada berbekal?
Wahai sekalian manusia, ingatlah hari kepergianmu
Aku melihatmu lalai pada kematian yang akan mencerai beraikanmu
Janganlah engkau menahan mereka yang pergi pada kelusuhan
Mereka telah meninggalkan dunia apa adanya
dan mereka keluar hanya berbekal kafan
Rumah yang mereka bangun tinggal atap tanpa penghuni
sementara mereka di perut bumi terbaring sepi
ditinggal kawan dan kekasih yang dulu menyambut penuh kehangatan
esok lusa engkau akan berada di samping mereka
sendiri, di dalam kubur tiada kawan
Orang yang kau harap kasihnya beranjak meninggalkanmu
Tidak pula kau lihat orang yang mau menunaikan janjimu
Maka, bersiaplah menyongsong kematian, sebab ia sungguh dekat
Tinggalkan angan-angan dan lamunanmu
Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa bila ruh telah berpisah dari badan, ia diseru dari langit dengan tiga teriakan, “Wahai anak Adam, apakah engkau yang telah meninggalkan dunia atau dunia yang telah meninggalkanmu? Apakah engkau yang telah mengumpulkan dunia atau dunia yang telah mengumpulkanmu? Apakah engkau yang membunuh dunia ataukah dunia yang membunuhmu?”
Ketika mayit telah diletakkan di atas pemandian, ia akan diseru dari langit, “Wahai anak Adam, mana tubuhmu yang kuat, apa yang telah membuatmu lemah! Mana lidahmu yang fasih, apa yang telah membuatmu bungkam! Mana telingamu yang tajam, apa yang telah membuatmu tuli! Mana kekasih-kekasihmu yang tulus, apa yang telah membuatmu asing!”
Apabila mayit sudah diletakkan di kain kafan, ia akan diseru dari langit dengan tiga teriakan, “Wahai anak Adam, engkau sungguh beruntung bila ridha Allah yang menemanimu, dan celakalah engkau bila murka Allah yang mengawanimu. Wahai anak Adam, engkau sungguh beruntung bila surga-surga tempat menetapmu, dan celakalah engkau jika tempat menetapmu adalah neraka. Wahai anak Adam, engkau beranjak pergi untuk perjalanan jauh tanpa bekal. Engkau keluar dari nunahmu tanpa bisa kembali untuk selamanya, dan engkau dalam perjalanan menuju rumah petaka.”
Apabila mayit telah dibawa untuk dishalati, ia akan diseru dari langit dengan tiga teriakan, “Wahai anak Adam, engkau sungguh beruntung jika amalmu baik, engkau sungguh beruntung jika engkau orang yang bertobat, engkau sungguh beruntung jika engkau adalah orang yang taat kepada Allah.”
Apabila mayit sudah diletakkan untuk dishalati, ia akan diseru dari langit dengan tiga teriakan, “Wahai anak Adam, semua amal yang telah engkau lakukan, pada saat ini akan kau lihat semua. Jika amalmu baik, maka engkau akan melihatnya baik. Jika amalmu buruk, maka engkau akan melihatnya buruk.”
Apabila mayit telah diletakkan di tepi kubur, ia akan diseru dari langit dengan tiga teriakan, “Wahai anak Adam, apa yang kau bawa dari keramaian untuk bekalmu di kesunyian ini? Apa yang engkau bawa dari kekayaan untuk kefakiran ini? Apa yang engkau bawa dari cahaya untuk kegelapan ini?”
Apabila mayit diletakkan di liang lahad, ia akan diseru dengan tiga teriakan, “Wahai anak Adam, engkau tertawa-tawa saat masih berada di punggungku, sekarang engkau di dalam perutku menangis-nangis. Engkau riang gembira saat di atas punggungku, sekarang di dalam perutku engkau sedih merana. Engkau bisa bicara saat di atas punggungku, sekarang engkau di dalam perutku menjadi bungkam.”
Apabila orang-orang yang mengiringnya telah bubar, Allah berfirman, “Wahai hamba-Ku, sekarang engkau tinggal sendiri. Mereka telah meninggalkanmu dalam gulita kubur, padahal engkau telah membangkang kepada-Ku demi mereka. Hari ini, Aku akan mengasihimu dengan rahmat yang mengagumkan orang-orang. Aku mengasihimu lebih dari kasih seorang ibu terhadap anaknya.”
Hassan ibn Sinan r.a. ditanya, “Bagaimana keadaanmu?” Dia menjawab, “Aku dalam keadaan baik jika aku selamat dari siksa neraka.” Dia ditanya lagi, “Apa yang engkau inginkan?” dia menjawab, “Malam yang panjang, yang sepenuhnya akan aku gunakan untuk shalat.”
Abu Bakr al-Kattani r.a. berkata, “Ada seorang lelaki yang menghitung-hitung keburukan dirinya. Suatu hari dia menghitung usianya, ternyata dia dapati dirinya telah berumur 60 tahun. Lalu dia menghitung jumlah harinya, ternyata berjumlah 21.240 hari, dan tiba-tiba dia pingsan. Setelah siuman dia berkata, ‘O.. .sungguh celaka aku. Aku harus menghadap Tuhanku dengan 21.240 dosa. Ini jika dalam tiap harinya hanya melakukan satu dosa. Lalu bagaimana dengan dosa-dosa yang tak terhitung.” Lalu dia berkata, “Ah, aku telah memakmurkan duniaku dan menghancurkan akhiratku. Aku telah membangkang kepada Tuhanku Yang Maha pemurah, dan aku tidak ingin pindah dari keramaian ke tempat sunyi. Bagaimana aku akan datang pada hari perhitungan amal, menerima catatan dan siksa, tanpa amal dan pahala.” Kemudian dia menjerit histeris, lalu jatuh ke tanah dan kembali pingsan lagi. Orang-orang yang melihatnya menggoyang-goyangkan tubuhnya, ternyata dia telah mati. Semoga rahmat Allah tercurah kepadanya.
Salah seorang ulama sufi bercerita, “Suatu hari, kami menjenguk ‘Atha’ as-Silmi yang sedang mengalami sakit keras menjelang wafatnya. Kami bertanya kepadanya, ‘Bagaimana keadaanmu?’ dia menjawab, ‘Maut sudah berada di pundakku. Kuburan sudah di depan mataku. Kiamat adalah tempat perhentianku. Jembatan di atas Jahanam adalah jalanku, dan aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadap diriku.’ Kemudian dia menangis demikian sangat hingga pingsan. Setelah siuman, dia berkata, ‘Ya Allah, rahmatilah aku, rahmatilah kesendirianku di dalam kubur dan tempat jatuhku saat mati. Rahmatilah keberadaanku di hadapan-Mu, wahai Yang Paling Penyayang di antara semua yang penyayang.”‘
Abu Hurairah r.a. menangis pilu ketika menghadapi maut. Lalu dia ditanya, “Apa yang membuat engkau menangis?” Dia menjawab, “Aku takut kalau aku ternyata telah melakukan dosa yang aku anggap ringan padahal ia dosa besar dalam pandangan Allah.”
Suatu hari, asy-Syaikh al-Muzanni menjenguk al-Imam asy-Syafi’i r.a. ketika beliau sakit keras. Lalu al-Muzanni bertanya, “Bagaimana keadaanmu, ya Abu ‘Abdillah?” dan asy-Syafi’i menjawab, “Aku sedang beranjak pergi dari dunia, berpisah dari saudara-saudara, menjumpai amal burukku, meminum air dari gelas kematian, datang menghadap Tuhanku, dan aku tidak tahu apakah ruhku akan kembali ke surga hingga aku bisa bersenang-senang di dalamnya, atau kembali ke neraka hingga aku menderita kesengsaraan di dalamnya.” Kemudian beliau mengungkapkan syair,
Ketika hatiku keras membatu dan jalan-jalanku membeku
kujadikan pengharapan sebagai tangga untuk meraih ampunan-Mu
dosa-dosaku demikian besar meliputiku
tetapi saat kusandingkan dengan ampunan-Mu, ya Rabb
sungguh ampunan-Mu lebih besar dari dosa-dosaku
Selama Engkau Pemilik ampunan bagi dosa-dosa hamba
Engkau akan senantiasa berderma dan memberi maaf
Sebagai anugerah dan kemurahan dari-Mu
Bila Engkau memaafkan hamba yang merasa sakit karena dosa-dosanya
yang sungguh zalim dan pengkhianat,
dia kan berpisah dari dunia tanpa dosa membelit
Dan kalaupun diriku Kau tuntut balas
aku sungguh takkan putus asa dari rahmat-Mu
Meski karena dosaku Kau masukkan aku ke dalam Jahanam
Dosaku dari lampau hingga kini sungguh menggunung
Namun ampunan-Mu lebih besar nan agung, wahai Sang Pemilik anugerah
Semoga Dia yang bagi-Nya kebaikan mengampuni kesalahan
dan menutupi dosaku dan mereka yang telah berlalu
Allah Ta’ala berfirman, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…” [QS. an-Nisa’ 4:78]
Ketika seorang hamba menjelang maut, semua hal yang dia senangi selama masa hidupnya akan kembali terkenang di hatinya. Apabila kecenderungannya selama hidup lebih banyak kepada ketaatan, maka yang paling banyak hadir saat menjelang kematiannya adalah ingatan tentang ketaatan kepada Allah. Apabila kecenderungannya selama hidup lebih banyak kepada maksiat, maka ingatan akan maksiat itu akan mendominasi hatinya menjelang kematian. Bisa jadi saat ruhnya dicabut dia sedang berada dalam dominasi syahwat duniawi atau maksiat, sehingga yang menjadi beban kesedihan dan kesusahannya adalah keterpisahannya dari dunia dan segala kenikmatan yang disenanginya. Hatinya terikat pada dunia hingga terhijab dari Allah.
Sudah selayaknya orang yang berakal menanggalkan dunia, menyibukkan diri dengan akhiratnya dan mengambil nasihat dari kematian.
Ingatlah ubanmu, ingatlah tempat kembali
Ingatlah, kalau pun engkau gagah perkasa saat hidup di dunia
setelah ajal engkau akan dipendam di dalam tanah
Bila engkau telah memasuki kubur
engkau akan berada di dalamnya sampai hari perhitungan
seluruh persendian tubuh yang dahulu kukuh
kan terputus terpatah-patah
kalau saja bukan karena kuburan menjadi tirai penutup tubuhmu
tentu bangkaimu akan membuat kerikil dan asi berbau busuk
Engkau diciptakan dari tanah, lalu hidup
dan engkau pun, tahu mana wicara yang fasih
kemudian engkau kembali ke tanah
hingga seakan-akan engkau belum pernah keluar dari tanah
Maka ceraikanlah dunia dengan talak tiga
dan segeralah bertobat sebelum ajal menjemput
Aku menasihatimu, maka dengarkanlah kata-kata dan nasihatku
Orang sepertimu tidak bisa menunjukkan kebenaran
Kita diciptakan untuk kemudian mati
seandainya kita dibiarkan hidup terus, niscaya bumi akan sesak oleh kita
Setiap pagi selalu ada seruan memanggil
Carilah penangkal untuk menghadapi ulat
Dan dirikanlah rumah untuk masa kehancuran
Apabila manusia mau merenung ihwal keadaan saudara-saudaranya yang telah berlalu—bagaimana mereka terputus dari sanak saudara dan kekasih; bagaimana amal mereka terputus, harta benda mereka tidak lagi bermanfaat bagi mereka; bagaimana tanah menghapus ketampanan wajahnya dan ulat-ulat memangsa jasadnya; bagaimana mereka kesepian dalam kubur, sendirian di dalam kesusahan, menjadi bangkai yang berantakan, biji mata meleleh, warna kulit berubah, kefasihan hilang, kepala berlumur debu dan tak lagi tegak; lalu dalam kondisi itu malaikat menginterogasi mereka tentang keyakinan, kemudian disingkapkan pada mereka surga atau neraka yang akan menjadi tempat mereka di hari kebangkitan—niscaya dia akan menghadap kepada Allah Ta’ala dengan hati yang luluh dan khusyuk.
Wahai saudaraku, lihatlah dirimu! Dengan badan yang mana engkau akan berdiri di hadapan Allah Ta’ala, dengan lidah yang mana engkau akan menjawab pertanyaan Allah, apa yang akan engkau katakan saat Dia meminta pertanggung jawabanmu tentang hal yang sedikit dan yang banyak? Persiapkanlah jawaban untuk pertanyaannya, dan persiapkanlah kebenaran untuk jawabannya.
Kurenungi bagaimana kondisiku di alam mahsyar dan Hari Kiamat
Bagainłana peletakan pipiku di dalam kubur nan sunyi
sepi dan sendiri berbantal tanah
setelah kemuliaan dan kehormatanku tergadai dosa
Kerenungi lamanya perhitungan amal
dan hinanya kedudukanku saat aku diberi catatan amal
Tetapi harapanku kepada-Mu, ya Rabb Penciptaku
Kau ampunkan kesalahan-kesalahanku, ya Ilahi
Suatu hari, Sayyidina ‘Ali ibn Abu Thalib k.w. memasuki komplek pekuburan Madinah, lalu berseru, ”Wahai penghuni kubur, assalamu ‘alaikum wa rahmatullah. Apakah kalian yang akan terlebih dahulu mengabari kami tentang keadaan kalian, atau kami yang mengabari kalian?” Kemudian beliau mendengar suara tanpa rupa menyahut, ”Alaikas-salam wa rahmatullah wa barakatuh. Kabarilah kami apa yang terjadi setelah kepergian kami.” Lalu Imam ‘Ali berkata, ”lstri-istri kalian telah menikah lagi. Harta benda milik kalian telah dibagi-bagi. Anak-anak kalian telah menjadi yatim dan bangunan-bangunan yang kalian dirikan telah dihuni musuh-musuh kalian. Inilah kabar dariku. Lalu apa kabar yang ada dari kalian?” Kemudian ada mayit yang menjawab, ”Kain-kain kafan telah robek. Rambut-rambu telah terurai. Kulit-kulit telah koyak. Pipi yang kencang telah meleleh busuk. Lubang hidung mengeluarkan nanah dan berlendir busuk. Apa yang telah kami persembahkan dahulu kini kami dapati akibatnya. Harta benda yang telah kami tinggalkan telah merugikan kami. Dan kami tergadai dengan amal perbuatan kami.”
Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa sesungguhnya arwah orang-orang beriman selalu mendatangi langit dunia setiap hari, dan mereka berhenti pada posisi yang tegak lurus dengan rumah tempat tinggal mereka saat di dunia. Lalu masing-masing mereka berseru berkali-kali dengan suara pilu dan sedih, ”Wahai istriku, wahai kerabatku, wahai anak-anakku. Wahai orang-orang yang menempati rumah kami, wahai yang memakai pakaian kami dan telah membagi-bagi harta kami, adakah di antara kalian yang mengingat kami dan memikirkan kami yang sekarang dalam keterasingan? Saat ini kami berada di penjara untuk waktu yang amat lama, di balik dinding yang amat kokoh. Kasihanilah kami, semoga Allah mengasihi kalian. Janganlah kalian pelit terhadap kami sebelum kalian menjadi seperti kami. Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya anugerah yang sekarang ada di tangan kalian, dahulu berada di tangan kami, tetapi kami tidak menafkahkannya di jalan Allah. Hisab dan perhitungannya menjadi tanggung jawab kami, sementara manfaatnya tidak bagi kami.” Jika engkau tidak memberi sesuatu pun kepada mereka, mereka akan kembali dengan kerugian dan nasib buruk.
Malik ibn Dinar r.a. berkata, “Suatu hari aku mendatangi pekuburan, untuk melihat orang-orang yang telah mati dan mengambil pelajaran darinya. Di pekuburan itu aku merenung, tetapi aku tercegah, sehingga akhirnya aku bersenandung:
Kudatangi kubur-kubur, kupanggil-panggil
Di manakah kau yang dulu dihormati dan berbangga diri
Di manakah kau yang dulu sombong dengan kekuasaan
Di manakah kau yang dulu gagah perkasa menguasai negeri
Di mana pula kau yang dulu bila diseru segera memenuhi panggilan
Di mana kalian yang bersuci diri saat hadir
Tiba-tiba ada suara menjawabku:
Semuanya telah punah, tak ada yang bisa memberi kabar
Mereka semua telah mati, inilah kabar
Pagi dan petang cacing dan ulat bergiliran makan
Memupus keindahan rupa mereka
Mereka telah bersandang amal di dunia
Bisa jadi mendapat nikmat, bisa pula mendapat sengsara
Mereka menuju Maharaja Yang Mahakuasa lagi Mahaagung
Yang mesti ditaati bila Dia memerintah
Wahai orang yang bertanya kepadaku tentang mereka yang telah pergi
Tiadakah pelajaran bagimu dari mereka yang telah mati?
Malik berkata, “Sejenak aku tercenung. Lalu tiba-tiba aku melihat Bahlul al-Majnun tengah duduk di antara kuburan. Dia tampak memandang ke arah langit seraya berdoa penuh ketundukan. Sesaat kemudian dia menundukkan pandang ke bumi dan tampak merenung. Lalu dia menengok ke arah kanan, lalu tertawa. Kemudian menengok ke arah kiri, kemudian menangis. Aku berucap kepadanya, ‘Assalãmu-‘alaika, ya Bahlul.’ Dia menjawab, ‘Wa ‘alaikassalam, wahai Malik ibn Dinar.’ Aku berkata, ‘Kulihat engkau duduk-duduk di antara pekuburan.’ Dia menjawab, ‘Aku duduk-duduk di antara mereka yang tidak akan menyakitiku, dan mereka tidak akan menggunjingiku saat aku pergi.’ Aku berkata lagi, ‘Aku melihat engkau menengadah ke langit sambil memohon penuh ketundukan, sesaat kemudian kulihat engkau mengarahkan pandangan ke bumi dan merenung. Kulihat pula engkau menengok ke arah kanan lalu kau tertawa, dan kemudian menengok ke arah kiri lalu menangis?’ Dia menjawab, “Wahai Malik, bila aku memandang ke arah langit, aku teringat firman Allah Ta’ala, (Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu) [QS. adz-Dzariyat 51:22], dan sudah semestinya orang yang mendengar ayat ini berdoa memohon sepenuh hati. Apabila memandang ke bumi, aku teringat firman Allah Ta’ala, (Dari bumi [tanah] itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain) [QS. Thaha 20:55], dan sudah semestinya orang yang mendengar ayat ini merenung. Apabila aku menengok ke arah kanan, aku teringat firman Allah Ta’ala, (Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu) [QS. al-Waqi’ah 56:27]. Sudah selayaknya orang yang mendengar ayat ini tersenyum. Jika aku memandang ke arah kiri, aku teringat firman Allah Ta’ala, (Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam) [QS. al-Waqi’ah 56:41-43]. Sudah sepantasnya orang yang mendengar ayat ini menangis. Kita memohon kepada Allah agar kita dijadikan bagian dari golongan kanan.