Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari
[ss_social_share]

Daftar Isi

01. Perjalanan Hati ke Hadirat Tuhan

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 1:

“Perjalanan Hati ke Hadirat Tuhan”

ŁŲ§Ł† Ų§Ł„ŲØŲÆŲ§ŁŠŲ§ŲŖ Ł…Ų®Ł„Ų§ŲŖ Ų§Ł„Ł†Ł‡Ų§ŁŠŲ§ŲŖ ŁˆŲ§Ł† Ł…Ł† ŁƒŲ§Ł†ŲŖ ŲØŲ§Ł„Ł„Ł‡ ŲØŲÆŲ§ŁŠŲŖŁ‡ ŁƒŲ§Ł†ŲŖ Ų§Ł„ŁŠŁ‡ Ł†Ł‡Ų§ŁŠŲŖŁ‡.

Sesungguhnya, bidayah (permulaan) itu bagaikan cermin yg memperlihatkan nihayah (akhir). Siapa yg bidayahnya selalu bersandar kepada Allah, pasti nihayah-nya akan sampai kepada-Nya.

Ungkapan diatas menjelaskan kondisi salik sejak awal hingga akhir perjalanan sampai ia menempati kedudukannya. Kemudian, Syaikh Ibnu Atha’illah menyebutkan etika suluk (meniti jalan Allah) dan cara wushul (sampai kepada Allah).

Maksud ā€œpermulaanā€ di sini adalah permulaan segala perkara. Yg dimaksud ā€œcermin yg memperlihatkan akhirā€ adalah gambaran akhir segala perkara. Artinya, permulaan seorang murid adalah gambaran akhirnya. Jika di awalnya ia sudah memiliki tekad kuat untuk menghadap Allah Ta’ala dan berjuang dalam ibadah dan riyadhah, itu adalah bukti bahwa di akhirnya ia akan mendapatkan kemenangan besar. Ia akan sampai kepada tujuannya dalam waktu singkat. Akan tetapi, jika di awalnya ia lemah, kemenangan dan wushul -nya pun akan lemah.

Siapa yg sejak awalnya telah bersandar kepada Allah Ta’ala, selalu meminta pertolongan-Nya dalam ibadah dan riyadhah -nya, maka di akhirnya, ia pasti akan sampai kepada Allah Ta’ala. Ia akan berhasil mengungkap betapa Allah Maha Qayyum (mengatur). Ia pun akan selalu mengesakan-Nya dan meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah Yang Awal dan Yang Akhir, Lahir dan Batin. Dengan begitu, ia akan merasa dirinya sirna dan hilang di hadapan Allah Ta’ala. Wallaahu a’lam

02. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 2:

Ų§Ł„Ł…Ų“ŲŖŲŗŁ„ ŲØŁ‡ Ł‡Łˆ Ų§Ł„Ų°ŁŠ Ų£Ų­ŲØŲØŲŖŁ‡ ŁˆŲ³Ų§ Ų±Ų¹ŲŖ Ų„Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ§Ł„Ł…Ų“ŲŖŲŗŁ„ Ų¹Ł†Ł‡ Ł‡Łˆ Ų§Ł„Ł…Ų¤ Ų«Ų± Ų¹Ł„ŁŠŁ‡.

Yg harus dikerjakan ialah amal ibadah yg engkau sukai dan semangat dalam melakukannya, sedangkan yg harus diabaikan ialah hawa nafsu dan urusan dunia yg sering mempengaruhi.

Yg harus kau kerjakan, wahai murid yg tulus, adalah amal shaleh yg mendekatkanmu kepada Tuhanmu dan menyampaikanmu kepada makrifat tentang-Nya. Jangan kau abaikan amalan itu! Sukailah, karena tak ada yg pantas membuatmu sibuk selain amalan itu.

Adapun yg harus kau abaikan dan tak perlu kau pedulikan ialah keinginan nafsu dan maslahatmu yg akan sirna, namun sering kau utamakan daripada kedekatan-Mu dengan Tuhanmu dan kesibukanmu melayani-Nya. Oleh karena itu, kau harus melembutkan dan memperindah jiwamu dengan karunia-Nya. Jangan menyesal karena telah meninggalkan semua keinginanmu sebab tak ada yg harus dilakukan kecuali itu.

Ungkapan ini bertujuan untuk mendorong para salik serta menggugah tekad dan semangat mereka agar selalu memuji halĀ² yg membuat Allah Ta’ala dekat dan mencela halĀ² yg membuat-Nya berpaling. Wallaahu a’lam

03. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 3:

ŁˆŲ„Ł† Ł…Ł† Ų£ŁŠŁ‚Ł† Ų£Ł† Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŁŠŲ·Ł„ŲØŁ‡ ŲµŲÆŁ‚ Ų§Ł„Ų·Ł„ŲØ Ų„Ł„ŁŠŁ‡ŲŒ ŁˆŁ…Ł† Ų¹Ł„Ł… Ų£Ł† Ų§Ł„Ų£Ł…ŁˆŲ± ŲØŁŠŲÆŲ§Ł„Ł„Ł‡ Ų§Ł†Ų¬Ł…Ų¹ ŲØŲ§Ł„ŲŖŁˆ ŁƒŁ„ Ų„Ł„ŁŠŁ‡.

Siapa yg yakin bahwa Allah menyuruhnya melakukan ibadah, pasti ia bersungguh-sungguh menghadap kepada-Nya. Siapa yg mengetahui bahwa segala urusan itu di tangan Allah, pasti bulatlah tawakkalnya kepada-Nya.

Siapa yg yakin bahwa Allah Ta’ala menuntutnya untuk melayani-Nya dan melaksanakan tugasĀ² ā€˜ubudiyah, pasti ia akan menghadap Allah Ta’ala dengan tulus dan berusaha melakukan apa saja yg diridhai-Nya dengan sempurna. Hal itu dikarenakan, buah amalnya itu akan kembali kepada dirinya sendiri, bukan kepada Tuhannya. Jika ia berakal dan memiliki makrifat, layakkah jika ia tidak tulus dan sungguhĀ² dalam beramal dan meninggalkan maslahat pribadinya?

Siapa yg mengetahui bahwa segala urusan di tangan Allah Ta’ala, termasuk upayanya dalam melayani Tuhannya, pasti hatinya akan tertuju kepada-Nya dengan tawakkal dan memohon-Nya agar mempermudah segala urusan dan halĀ² yg mendekatkan diri kepada-Nya. Tak ada yg bisa melakukan hal itu, kecuali Allah Ta’ala. Semua perkara berada di tangan-Nya dan seorang hamba tidak berperan apaĀ². Wallaahu a’lam

04. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 4:

ŁˆŲ£Ł†Ł‡ Ł„Ų§ŲØŲÆ Ł„ŲØŁ†Ų§Ų” Ł‡Ų°Ų§ Ų§Ł„ŁˆŲ¬ŁˆŲÆ Ų£Ł† ŲŖŁ†Ł‡ŲÆŁ… ŲÆŲ¹Ų§ Ų¦Ł…Ł‡ ŁˆŲ£Ł† ŲŖŲ³Ł„ŲØ ŁƒŲ±Ų§ Ų¦Ł…Ł‡.

Bangunan alam ini pasti rusak binasa. Lenyap pula semua barang berharga yg ada di dalamnya.

Alam ini pasti akan hancur. Semua kenikmatannya akan dirampas kembali oleh Allah Ta’ala.

Tujuan hikmah ini adalah untuk menghibur para hamba yg kehilangan sesuatu yg berkaitan dengan kemaslahatan dan kepentingan syahwatnya saat ia menjalani suluk. Jika ia mengetahui bahwa dunia ini tidak abadi dan akhirat sudah dekat di depan mata, tentu ia tidak akan bahagia dengan sesuatu yg fana. Dengan meninggalkannya, justru jiwanya akan berubah menjadi baik. Wallaahu a’lam

05. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 5:

ŁŲ§Ł„Ų¹Ų§Ł‚Ł„ Ł…Ł† ŁƒŲ§Ł† ŲØŁ…Ų§ Ł‡Łˆ Ų£ŲØŁ‚Ł‰ Ų£ŁŲ±Ų­ Ł…Ł†Ł‡ ŲØŁ…Ų§ Ł‡Łˆ ŁŠŁŁ†Ł‰ŲŒ Ł‚ŲÆ Ų£Ų“Ų§Ų±Ł‚ Ł†ŁˆŲ±Ł‡ ŁˆŲøŁ‡Ų±ŲŖ ŲŖŲØŲ§Ų“ŁŠŲ±Ł‡.

Orang yg sempurna akalnya ialah yg lebih bahagia dengan yg kekal daripada yg rusak binasa karena cahaya hatinya telah terang dan tandaĀ² cahaya itu tampak pada air mukanya.

Orang yg berakal ialah orang yg lebih bahagia dan gemar kepada akhirat daripada kepada dunia yg fana. Jika dunia ini fana dan akhirat kekal abadi, tentu tidak layak baginya untuk bahagia dengan dunia. Siapa yg berbahagia dengan yg fana, kebahagiaannya pun akan fana. Siapa yg berbahagia dengan yg kekal, kebahagiaannya pun akan kekal. Itulah kebahagiaan yg seharusnya dicari.

Kesimpulannya, orang yg berakal adalah orang yg zuhud dan meninggalkan dunia. Adapun orang yg menghendaki dunia, ia bodoh dan tidak berakal. Kalimat ā€œlebih bahagiaā€ bermakna, yg di inginkan orang yg berakal ialah kebahagiaan yg lebih. Hal ini tidak berarti bahwa kebahagiaan dengan perkara dunia hilang sama sekali darinya karena itu adalah hal yg lumrah dialami manusia.

ā€œCahaya hatinya telah terangā€ bermakna, cahaya kezuhudan seorang yg berakal telah terpancar di dalam hatinya. Buah cahaya itu akan tampak di keceriaan wajahnya. Cahaya, jika terpancar dari hati, akan tampak pula pada anggota tubuh lainnya. Baginya, itu adalah berita gembira bahwa amalnya telah diterima. Wallaahu a’lam

06. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 6:

ŁŲµŲ±Ł Ų¹Ł† Ł‡Ų°Ł‡ Ų§Ł„ŲÆŲ§Ų± Ł…ŲŗŲ¶ŁŠŲ§ ŁˆŲ£ Ų¹Ų±Ų¶ Ų¹Ł†Ł‡Ų§ Ł…ŁˆŁ„ŁŠŲ§ ŁŁ„Ł… ŁŠŲŖŲ®Ų°Ł‡Ų§ ŁˆŲ·Ł†Ų§ ŁˆŁ„Ų§ Ų¬Ų¹Ł„Ł‡Ų§ Ų³ŁƒŁ†Ų§.

Orang yg berakal memalingkan mukanya dari dunia ini, mengabaikannya dengan memejamkan mata, dan terus berlalu meninggalkannya. Ia tidak menganggapnya sebagai tanah air atau tempat tinggal.

Dengan cahaya yg terpancar di hatinya, ia bisa melihat jelas apa saja yg perlu dijauhinya di dunia ini. Ia terus berjalan menjauhinya tanpa menoleh ke belakang sama sekali. Ia tidak menjadikan dunia ini sebagai negeri untuk berleha-leha dan bersenang-senang, tidak pula menjadikannya sebagai tempat tinggal yg dicintainya. Wallaahu a’lam

07. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 7:

ŲØŁ„ Ų£Ł†Ł‡Ų¶ Ų§Ł„Ł‡Ł…Ų© ŁŁŠŁ‡Ų§ Ų„Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲŖŲ¹Ų§Ł„Ł‰ ŁˆŲ³Ų§Ų± ŁŁŠŁ‡Ų§ Ł…Ų³ŲŖŲ¹ŁŠŁ†Ų§ ŲØŁ‡ ŁŁŠ Ų§Ł„Ł‚ŲÆŁˆŁ… Ų¹Ł„ŁŠŁ‡.

Bahkan semangatnya terus bangkit untuk segera sampai kepada Allah dan terus berjalan menuju-Nya sambil berharap pertolongan-Nya agar segera sampai.

Ia bersegera dan membangkitkan semangatnya untuk mencapai Allah Ta’ala. Ia terus berjalan di dunia sambil meminta pertolongan dan bantuan Allah Ta’ala untuk sampai ke hadirat-Nya, bukan dengan mengandalkan amalnya yg masih tercemari sifatĀ² riyaā€™ dan sombong.

Seseorang berkata, ā€œSiapa yg mengira bahwa amalnya dapat membawanya sampai kepada harapan tertinggi atau terendahnya, ia telah tersesat jalan.” Nabi Saw. bersabda, “Tidaklah amal seseorang dapat menyelamatkan dirinya.”

Sesuatu yg tidak dapat menyelamatkan kita dari hal yg ditakuti mana mungkin akan membawa kita kepada maksud. Siapa yg benarĀ² bersandar kepada karunia Allah Ta’ala, itulah orang yg akan mendapatkan predikat wushul.

08. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 8:

ŁŁ…Ų§Ų²Ų§Ł„ŲŖ Ł…Ų·ŁŠŲ© Ų¹Ų²Ł…Ł‡ Ł„Ų§ŁŠŁ‚Ų± Ł‚Ų±Ų§Ų±Ł‡Ų§ ŲÆŲ§Ų¦Ł…Ų§ ŲŖŲ³Ų§ŁŠŲ±Ł‡Ų§ Ų„Ł„Ł‰ Ų£Ł† Ų£Ł†Ų§Ų®ŲŖ ŲØŲ­Ų¶Ų±Ų© Ų§Ł„Ł‚ŲÆŲ³ ŁˆŲØŲ³Ų§Ų· Ų§Ł„Ų£Ł†Ų³ Ł…Ų­Ł„ Ų§Ł„Ł…ŁŲ§ŲŖŲ­Ų© ŁˆŲ§Ł„Ł…ŁˆŲ§Ų¬Ł‡ŲŖ ŁˆŲ§Ł„Ł…Ų¬Ų§Ł„Ų³Ų© ŁˆŲ§Ł„Ł…Ų­Ų§ŲÆŲ«Ų© ŁˆŲ§Ł„Ł…Ų“Ų§Ł‡ŲÆŲ© ŁˆŲ§Ł„Ł…Ų·Ų§Ł„Ų¹Ų© ŁŲµŲ§Ų±ŲŖ Ų§Ł„Ų­Ų¶Ų±Ų© Ł…Ų¹Ų“Ų“ Ł‚Ł„ŁˆŲØŁ‡Ł… Ų„Ł„ŁŠŁ‡Ų§ ŁŠŲ£ŁˆŁˆŁ† ŁˆŁŁŠŁ‡Ų§ ŁŠŲ³ŁƒŁ†ŁˆŁ†.

Kendaraan semangatnya terus berjalan tiada henti sampai berlabuh di hadirat Ilahi, di atas hamparan kesenangan, tempat kelapangan, berhadapan dengan-Nya, bercakap-cakap dan menyaksikan-Nya, dan bersimpuh di tempat belajar ilmu-Nya sehingga hadirat Ilahi itu menjadi sarang hati mereka. Kesana mereka kembali dan di sana pula mereka tetap tinggal.

Kendaraan tekadnya terus berjalan dan tidak berhenti karena tak ada yg menghalanginya. Biasanya, yg menghalangi kendaraan tekad itu ialah sikap bergantung kepada selain Allah Ta’ala, misalnya terhadap dunia, atau berupa halĀ² yg menghambat perjalanan salik untuk sampai kepada Allah Ta’ala, seperti karamah, mukasyafah, ahwal, dan maqam. Semua itulah yg sering menghentikan kendaraan tekad seorang yg berakal untuk berbuat.

Perjalanan kendaraan itu terus berlanjut hingga tertambat di hadirat Allah Ta’ala dan hamparan kesenangan. Hadirat Allah Ta’ala digambarkan dengan pelataran raja besar, tempat para utusan datang beristirahat saat bertandang ke tempatnya.

Syaikh Ibnu Atha’illah menjelaskan sifat hadirat Allah Ta’ala itu dengan tempat kelapangan, berhadap-hadapan dengan Allah Ta’ala, bercengkerama dan bercakap-cakap tentang rahasia-Nya, menyaksikan Allah Ta’ala secara batin setelah orang itu kehilangan kesadarannya, serta tempat ia mendapatkan ilmu keghaiban.

Seseorang, jika masuk ke hadapan singgasana raja dunia yg agung, ia akan merasa lapang karena raja itu menyambutnya dengan baik. Raja itu juga akan menemuinya langsung, lalu duduk di hadapannya dan bercakap-cakap bersamanya. Semua itu adalah buah dari pertemuan. Rasa senang dan lapang ini dirasakan karena ia mendapatkan kehormatan untuk dapat melihat raja langsung. Padahal, sebagai seorang penguasa, raja itu enggan menghadapi orang biasa sepertinya.

Demikian pula seorang salik, jika ia telah sampai ke hadirat Allah Ta’ala, Dia akan menyambutnya dengan keterbukaan dan keramahan serta memberinya ilmu dan makrifat Rabbani yg tidak diketahui hakikatnya, kecuali oleh orang yg telah sampai kesana dan merasakan apa yg dirasa oleh orangĀ² yg dekat dengan Tuhannya. Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita semua termasuk di antara mereka.

Hadirat Tuhan itu menjadi penenang hati mereka atau menjadi tempat bagi hati mereka merasakan ketenangan dan kedamaian, seperti halnya sarang burung yg menjadi tempat tinggal dan berteduh bagi mereka. Wallaahu a’lam

09. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 9:

ŁŲ„Ų°Ų§ Ł†Ų²Ł„ŁˆŲ§ Ų„Ł„Ł‰ Ų³Ł…Ų§Ų” Ų§Ł„Ų­Ł‚ŁˆŁ‚ Ų£Łˆ Ų£Ų±Ų¶ Ų§Ł„Ų­ŲøŁˆŲø ŁŲØŲ§Ł„Ų„Ų°Ł† ŁˆŲ§Ł„ŲŖŁ…ŁƒŁŠŁ† ŁˆŲ§Ł„Ų±Ų³ŁˆŲ® ŁŁŠ Ų§Ł„ŁŠŁ‚ŁŠŁ† ŁŁ„Ł… ŁŠŁ†Ų²Ł„ŁˆŲ§ Ų„Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ų­Ł‚ŁˆŁ‚ ŲØŲ³ŁˆŲ” Ų§Ł„Ų£ŲÆŲØ ŁˆŲ§Ł„ŲŗŁŁ„Ų© ŁˆŁ„Ų§ Ų„Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ų­ŲøŁˆŲø ŲØŲ§Ł„Ų“Ł‡ŁˆŲ§ŲŖ ŁˆŲ§Ł„Ł…ŲŖŲ¹Ų© ŲØŁ„ ŲÆŲ®Ł„ŁˆŲ§ ŁŁŠ Ų°Ł„Łƒ ŲØŲ§Ł„Ł„Ł‡ ŁˆŁ„Ł„Ł‡ ŁˆŁ…Ł† Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŁˆŲ„Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡.

Apabila mereka tiba di langit kewajiban (menunaikan kewajiban) atau turun ke bumi kepentingan (hawa nafsu), hal itu terjadi dengan izin dan keyakinan yg mendalam. Mereka tidak menunaikan kewajiban dengan lalai dan menyalahi adab. Demikian pula bila menuruti hawa nafsu, bukan semata-mata dorongan syahwat yg meluap atau kesenangan duniawi, tetapi mereka masuk ke dalamnya dengan pertolongan Allah untuk meraih keridhaan-Nya, menuruti tuntunan-Nya, dan berharap kepada-Nya.

Kewajiban di umpamakan dengan langit karena keduanya sulit diraih dan digapai. Sementara itu, hawa nafsu di umpamakan dengan bumi karena keduanya mudah didapat dan gampang diraih. Mereka tiba di langit kewajiban atau turun ke bumi hawa nafsu atas izin dan keyakinan mendalam. Dengan demikian, saat melakukan kewajiban, mereka tidak melakukannya dengan lalai dan menyalahi adab/etika. Mereka tidak bergaul dengan makhluk, kecuali dengan adab dan etika yg sempurna karena mereka menyaksikan Allah Ta’ala ada pada makhluk itu. Mereka selalu sadar dan tidak lalai kepada Dzat yg membuat semua makhluk berwujud. Jika mereka disakiti seseorang, mereka akan menanggung deritanya karena Allah Ta’ala.

Mereka melihat bahwa yg membuat seseorang menyakitinya adalah Allah Ta’ala karena sebuah dosa yg dilakukannya. Sebaliknya, jika seseorang menghormati mereka, mereka akan bersyukur kepada-Nya, sambil meyakini bahwa yg menggerakkan hati orang itu untuk menghormatinya adalah Allah Ta’ala.

Saat mereka menuruti hawa nafsu, mereka tidak semata-mata menurutinya karena dorongan syahwat dan kesenangan duniawi. Hal itu mereka lakukan karena pertolongan Allah Ta’ala. Jika tidak, saat mereka diberi pilihan antara diam di hadirat Ilahi atau keluar dari sana dan bergaul dengan makhluk, niscaya mereka akan memilih diam di hadirat Ilahi dan tidak turun ke bumi. Wallaahu a’lam

10. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 10:

ŁˆŁ‚Ų§ Ų±ŲØ Ų£ŲÆŲ®Ł„Ł†ŁŠ Ł…ŲÆŲ®Ł„ ŲµŲÆŁ‚ ŁˆŲ£Ų®Ų±Ų¬Ł†ŁŠ Ł…Ų®Ų±Ų¬ ŲµŲÆŁ‚ Ł„ŁŠŁƒŁˆŁ† Ł†ŲøŲ±ŁŠ Ų„Ł„Ł‰ Ų­ŁˆŁ„Łƒ ŁˆŁ‚ŁˆŲŖŁƒ Ų„Ų°Ų§ Ų£ŲÆŲ®Ł„ŲŖŁ†Ł‰ ŁˆŲ§Ų³ŲŖŲ³Ł„Ų§Ł…ŁŠ ŁˆŲ§Ł†Ł‚ŁŠŲ§ŲÆŁŠ Ų„Ł„ŁŠŁƒ Ų„Ų°Ų§ Ų£Ų®Ų±Ų¬ŲŖŁ†ŁŠ.

Katakanlah, ā€œTuhanku, masukkanlah aku melalui pintu kebenaran dan keluarkanlah aku melalui pintu kebenaran pula supaya pandanganku tetap bulat pada kekuasaan dan kekuatan-Mu ketika Kau memasukkanku, demikian pula kepasrahan dan ketundukanku selalu kepada-Mu ketika Kau mengeluarkanku.ā€

Pintu masuk dan keluar dalam kalimat di atas di ungkapkan Syaikh Ibnu Athaā€˜illah dengan dua perjalanan yg disebut dalam hikmah sebelumnya. ā€œMasukā€ adalah perjalanan naik, bermakna menemui Allah Ta’ala dalam kondisi kefanaan diri dan jauh dari melihat diri sendiri. Adapun ā€œkeluarā€ bermakna perjalanan turun karena ia adalah keluarnya seseorang menuju makhluk untuk memberi hidayah dan dakwah pada saat ia merasa bersama Tuhannya.

ā€œPintu masuk kebenaranā€ bermakna, ia harus menyaksikan daya dan upaya Allah Ta’ala dalam perjalanan naiknya. Dengan begitu, ia tidak akan menisbatkan amal kepada dirinya sendiri. Adapun ā€œpintu keluar kebenaranā€ adalah, ia harus tunduk dan berserah kepada Tuhannya dalam perjalanan turunnya sehingga ridha dengan ketetapan Allah Ta’ala untuknya dan tidak mengeluh atas keputusan itu.

Oleh sebab itu, Syaikh Ibnu Athaā€˜illah berkata, ā€œSupaya pandanganku tetap bulat pada kekuasaan dan kekuatan-Mu ketika Kau memasukkanku, demikian pula kepasrahan dan ketundukanku selalu kepada-Mu ketika Kau mengeluarkanku.ā€

Dengan kata lain, supaya pandanganku terhadap diriku sirna dan keinginanku untuk tetap mengikuti hawa nafsu hilang. Di pintu masuk, yg kulihat hanya daya dan upaya-Mu sehingga penglihatanku kepada diriku hilang. Di pintu keluar, aku berserah pada-Mu sehingga keuntungan diri dan hawa nafsuku hilang. Wallaahu a’lam

11. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 11:

ŁˆŲ§Ų¬Ų¹Ł„ Ł„ŁŠ Ł…Ł† Ł„ŲÆŁ†Łƒ Ų³Ł„Ų·Ų§Ł†Ų§ Ł†ŲµŁŠŲ±Ų§ ŁŠŁ†ŲµŲ±Ł†ŁŠ ŁˆŁŠŁ†ŲµŲ±ŲØŁŠ ŁˆŁ„Ų§ŁŠŁ†ŲµŲ± Ų¹Ł„ŁŠŲŸ ŁŠŁ†ŲµŲ±Ł†ŁŠ Ų¹Ł„Ł‰ Ų“Ł‡ŁˆŲÆ Ł†ŁŲ³ŁŠ ŁˆŁŠŁŁ†ŁŠŁ†ŁŠ Ų¹Ł† ŲÆŲ§Ų¦Ų±Ų© Ų­Ų³ŁŠ.

Dan berikan untukku, langsung dari-Mu berupa kekuatan dan pertolongan yg membantuku untuk melawan nafsuku, membantu kawanĀ²ku dan orangĀ² yg kukasihi, serta membantuku untuk mengenali kelemahan diri dan melenyapkanku dari kurungan perasaanku, bukan kekuatan dan pertolongan yg membantu nafsu dan musuhĀ²ku.

Berikan aku kekuatan dan hujjah yg nyata dari-Mu langsung tanpa perantara dan tanpa sebab dari diriku. Dengan hujjah Ilahi itu, segala sesuatu yg ditemuinya akan dibantah dan dipatahkan. Dengan hujjah Ilahi itu pula, aku dapat menaklukkan diriku dan mengalahkan musuh lahir dan batinku serta melenyapkanku dari kungkungan perasaanku. Maksudnya adalah segala hal yg terjadi pada perasaanku sehingga aku tidak bergantung padanya dan tidak melihatnya bisa mendatangkan manfaat dan madharat bagiku karena aku melihat bahwa yg memberi manfaat dan madharat hanyalah diri-Mu.

OrangĀ² yg dibantu Allah Ta’ala kelak, jika muncul di satu masa, mereka akan membawa manfaat yg besar bagi para generasi masa itu. Dan Allah Ta’ala akan memberi mereka karunia tanpa mereka sadari. Wallaahu a’lam

12. Dalam Menyikapi Pemberian, Orang ā€˜Arif Tidak Membedakan antara Bersyukur kepada Allah dan Berterima Kasih kepada Makhluk

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 12:

“Dalam Menyikapi Pemberian, Orang ā€˜Arif Tidak Membedakan antara Bersyukur kepada Allah dan Berterima Kasih kepada Makhluk”

Ų„Ł† ŁƒŲ§Ł†ŲŖ Ų¹ŁŠŁ† Ų§Ł„Ł‚Ł„ŲØ ŲŖŁ†ŲøŲ± Ų£Ł† Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŁˆŲ§Ų­ŲÆ ŁŁŠ Ł…Ł†ŲŖŁ‡ ŁŲ§Ł„Ų“Ų± ŁŠŲ¹Ų© ŲŖŁ‚ŲŖŲ¶ŁŠ Ų£Ł†Ł‡ Ł„Ų§ŲØŲÆ Ł…Ł† Ų“ŁƒŲ± Ų®Ł„ŁŠŁ‚ŲŖŁ‡.

Mata hati memandang bahwa yg memberi segala karunia hanyalah Allah. Namun, syari’at menyuruh berterima kasih kepada sesama makhluk.

Dalam pandangan mata hati, yg memberi segala karunia dan nikmat adalah Allah Ta’ala semata. Namun demikian, syari’at menuntut untuk berterima kasih kepada sesama makhluk.

Jika Tuhan memberimu nikmat melalui tangan seorang manusia, baik berupa nikmat agama, seperti ilmu dan makrifat, maupun berupa nikmat duniawi, dalam hal ini, kau harus memperhatikan hakikatnya. Kau harus melihat bahwa nikmat tersebut semata-mata dari Allah Ta’ala. Orang yg memberimu dengan tangannya hanyalah manusia lemah dan dikendalikan Allah Ta’ala. Oleh karena itu, kau harus memuji Allah Ta’ala atas nikmat tersebut.

Namun, syari’at menuntunmu agar kau juga berterima kasih kepada orang yg memberimu nikmat itu melalui tangannya. Kau harus mendoakan dan memujinya sebagai pelaksanaan terhadap perintah Allah Ta’ala dan pelaksanaan terhadap tuntutan syari’at. Selain itu, kau harus memuji Allah Ta’ala karena Allah Ta’ala lah yg memberinya secara khusus, yaitu dengan menjadikannya pemilik nikmat tersebut.

Dalam hadits disebutkan, ā€œSiapa yg tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak berterima kasih kepada Allah.ā€ Wallaahu a’lam

13. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 13:

ŁˆŲ£Ł† Ų§Ł„Ł†Ų§Ų³ ŁŁŠ Ų°Ł„Łƒ Ų¹Ł„Ł‰ Ų«Ł„Ų§Ų«ŲŖ Ų£Ł‚Ų³Ų§Ł…ŲŸ ŲŗŲ§ŁŁ„ Ł…Ł†Ł‡Ł…Łƒ ŁŁŠ ŲŗŁŁ„ŲŖŁ‡ Ł‚ŁˆŁŠŲŖ ŲÆŲ§Ų¦Ų±Ų© Ų­Ų³Ł‡ ŁˆŲ§Ł†Ų·Ł…Ų³ŲŖ Ų­Ų¶Ų±Ų© Ł‚ŲÆŲ³Ł‡ ŁŁ†ŲøŲ± Ų§Ł„Ų„Ų­Ų³Ų§Ł† Ł…Ł† Ų§Ł„Ł…Ų®Ł„ŁˆŁ‚ŁŠŁ† ŁˆŁ„Ł… ŁŠŲ“Ł‡ŲÆŁ‡ Ł…Ł† Ų±ŲØ Ų§Ł„Ų¹Ų§ Ł„Ł…ŁŠŁ† Ų„Ł…Ų§ Ų§Ų¹ŲŖŁ‚Ų§ŲÆŲ§ ŁŲ“Ų±ŁƒŁ‡ Ų¬Ł„ŁŠ ŁˆŲ„Ł…Ų§ Ų§Ų³ŲŖŁ†Ų§ŲÆŲ§ ŁŲ“Ų±ŁƒŁ‡ Ų®ŁŁŠ.

Dalam menyikapi nikmat Tuhan, manusia terbagi tiga. Pertama, orang yg sangat lalai terhadap Tuhan. Jiwa materialistis yg ada pada orang ini sangat kuat tertanam sehingga ruhaninya (kesucian jiwanya) padam. Oleh karena itu, ia memandang bantuan (kebaikan) yg diberikan makhluk sebagai bantuan yg semata-mata dari makhluk. Ia sama sekali tidak melihatnya dari Allah, Tuhan alam semesta. Jika ia meyakini bahwa yg memberi bantuan itu semata-mata adalah makhluk, ini adalah syirik yg nyata. Akan tetapi, jika ia meyakini bahwa makhluk itu hanyalah sebagai sebab ā€”andaikan tidak ada sebab itu, tidak akan terjadi karuniaā€” sikap ini pun tetap dianggap sebagai syirik, namun syirik yg samar.

Dalam menyikapi nikmat yg datang melalui perantara makhluk, manusia terbagi menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama adalah orang yg lalai dan jauh dari Allah Ta’ala. Jiwa materialistisnya sangat kuat. Pandangannya terhadap kebendaan menyertai kelalaiannya kepada Tuhannya sehingga kesucian mata hatinya ā€”yg mensucikan Allah Ta’ala dari segala hal yg tak layak disandang-Nyaā€” padam. Orang seperti ini melihat kebaikan itu semata-mata datang dari makhluk, bukan dari Tuhan semesta alam. Jika sikapnya ini menjadi semacam keyakinan baginya, misalnya dengan meyakini bahwa yg mempengaruhi atau memberi hanya hamba, kemusyrikannya jelas. Kemusyrikan itu dapat mengeluarkannya dari area keimanan ke ranah kekafiran.

Akan tetapi, jika ia menganggap bahwa makhluk tersebut hanya sebagai sebab dan tetap meyakini bahwa pemberi sebenarnya adalah Allah Ta’ala, tetapi ia menisbatkan pemberian itu kepada makhluk dan menganggap makhluk itu sebagai sebab yg menentukan, syiriknya tersamar.

Orang seperti itu, jika ditanya, ā€œSiapa yg memberimu? Ia akan menjawab, ā€˜Allah, tetapi tanpa si fulan yg datang sebelum ini maka tidak akan ada pemberian ini karena tanpa sebab takkan ada yg disebabkan.ā€™ā€

Syiriknya tersamar karena ia dianggap menyertakan pihak lain selain Allah Ta’ala, yaitu makhluk. OrangĀ² seperti ini masih tetap dianggap mukmin, namun di khawatirkan akan terjadi kekafiran padanya, naā€™udzu billaah. Wallaahu a’lam

14. OrangĀ² Khashah (Istimewa)

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 14:

“OrangĀ² Khashah (Istimewa)”

ŁˆŲµŲ§Ų­ŲØ Ų­Ł‚ŁŠŁ‚Ų© ŲŗŲ§ŲØ Ų¹Ł† Ų§Ł„Ų®Ł„Ł‚ ŲØŲ“Ł‡ŁˆŲÆ Ų§Ł„Ł…Ł„Łƒ Ų§Ł„Ų­Ł‚ ŁˆŁŁ†Ł‰ Ų¹Ł† Ų§Ł„Ų£Ų³ŲØŲ§ŲØ ŲØŲ“Ł‡ŁˆŲÆ Ł…Ų³ŲØŲØ Ų§Ł„Ų£Ų³ŲØŲ§ŲØ ŁŁ‡Łˆ Ų¹ŲØŲÆ Ł…ŁˆŲ§Ų¬Ł‡ ŲØŲ§Ł„Ų­Ł‚ŁŠŁ‚Ų© ŲøŲ§Ł‡Ų± Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ Ų³Ł†Ų§Ł‡Ų§ Ų³Ų§Ł„Łƒ Ł„Ł„Ų·Ų±ŁŠŁ‚Ų© Ł‚ŲÆ Ų§Ų³ŲŖŁˆŁ„Ł‰ Ų¹Ł„Ł‰ Ł…ŲÆŲ§Ł‡Ų§ ŲŗŁŠŲ± Ų£Ł†Ł‡ ŲŗŲ±ŁŠŁ‚ Ų§Ł„Ų£Ł†ŁˆŲ§Ų± Ł…Ų·Ł…ŁˆŲ³ Ų§Ł„Ų¢Ų«Ų§Ų± Ł‚ŲÆ ŲŗŁ„ŲØ Ų³ŁƒŲ±Ł‡ Ų¹Ł„Ł‰ ŲµŲ­ŁˆŁ‡ ŁˆŲ¬Ł…Ų¹Ł‡ Ų¹Ł„Ł‰ ŁŲ±Ł‚Ł‡ ŁˆŁŁ†Ų§Ų¤Ł‡ Ų¹Ł„Ł‰ ŲØŁ‚Ų§Ų¦Ł‡ ŁˆŲŗŁŠŲØŲŖŁ‡ Ų¹Ł„Ł‰ Ų­Ų¶ŁˆŲ±Ł‡.

(Kelompok Kedua) Ahli hakikat yg telah melupakan makhluk karena langsung melihat kepada Allah. Ia juga lupa sebab-musabab karena teringat kepada yg menentukan sebab. Dia adalah hamba yg menghadapi hakikat. Pada dirinya tampak nyata terang cahayanya. Ia sedang berjalan pada jalannya dan telah sampai pada puncaknya. Hanya saja, ia tenggelam di alam cahaya sehingga tidak kelihatan bekasĀ² kemakhlukannya. Ia lebih banyak lupa pada alam daripada ingatnya, lebih sering bertemu dengan Allah daripada renggangnya, lebih banyak kefana’annya daripada keabadiannya, dan lebih sering lupa pada makhluk daripada ingatnya.

Ini adalah kelompok kedua, yakni ahli hakikat yg telah melupakan makhluk dengan menyaksikan Allah Ta’ala langsung (melihat kepada Allah Ta’ala). Ia tidak merasakan kehadiran makhluk dan tidak pernah menoleh ke arah mereka. Ia juga amat mengabaikan sebabĀ² sehingga tidak menganggap apa pun amal perbuatan mereka. Ia hanya melihat sebab dari segala sebab, yaitu Allah Ta’ala. Orang seperti ini adalah hamba yg menghadapi hakikat yg nyata, yaitu Allah Ta’ala. karena ia hanya melihat kepada-Nya. Cahaya hakikat itu terpancar kepadanya. Ia hanya berjalan pada jalan ahli tarekat dengan menganggapnya sebagai pangkal. Ia telah sampai pada puncaknya.

Walaupun kelompok kedua ini (ahli hakikat) amat sempurna dibandingkan dengan kelompok pertama (orang lalai), ternyata ia masih kurang dibandingkan dengan orang yg lebih sempurna darinya, yaitu ahli makrifat.

Oleh sebab itu, Syaikh Ibnu Atha’illah berkata, ā€œHanya saja, ia tenggelam di alam cahaya.ā€ Alam cahaya juga dapat di artikan lautan tauhid. Ia tenggelam dalam lautan tauhid sehingga kebendaan telah redup dalam pandangan mata batinnya, demikian pula semua hamba dan segala perantara. Ia tidak pernah mau melihat dan merasakan semua itu. Lupanya terhadap alam lebih banyak daripada ingatnya. Perjumpaannya dengan Allah Ta’ala lebih sering daripada renggangnya. Kefana’an dirinya karena melihat Allah Ta’ala lebih besar dibandingkan keabadiannya karena melihat makhluk. Lupanya terhadap makhluk lebih besar daripada ingatnya kepada mereka. Wallaahu a’lam

15. OrangĀ² Khashatul Khashah (Super Istimewa)

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 15:

“OrangĀ² Khashatul Khashah (Super Istimewa)”

ŁˆŲ£ŁƒŁ…Ł„ Ł…Ł†Ł‡ Ų¹ŲØŲÆ Ų“Ų±ŲØ ŁŲ§Ų²ŲÆŲ§ŲÆ ŲµŲ­ŁˆŲ§ ŁˆŲŗŲ§ŲØ ŁŲ§Ų²ŲÆŲ§ŲÆ Ų­Ų¶ŁˆŲ±Ų§ ŁŁ„Ų§ Ų¬Ł…Ų¹Ł‡ ŁŠŲ­Ų¬ŲØŁ‡ Ų¹Ł† ŁŲ±Ł‚Ł‡ ŁˆŁ„Ų§ŁŲ±Ł‚Ł‡ ŁŠŲ­Ų¬ŲØŁ‡ Ų¹Ł† Ų¬Ł…Ų¹Ł‡ ŁˆŁ„Ų§ŁŁ†Ų§Ų¤Ł‡ ŁŠŲµŲÆŁ‡ Ų¹Ł† ŲØŁ‚Ų§Ų¦Ł‡ ŁˆŁ„Ų§ŲØŁ‚Ų§Ų¤Ł‡ ŁŠŲµŲÆŁ‡ Ų¹Ł† ŁŁ†Ų§Ų¦Ł‡ ŁŠŲ¹Ų·ŁŠ ŁƒŁ„ Ų°ŁŠ Ł‚Ų³Ų· Ł‚Ų³Ų·Ł‡ ŁˆŁŠŁˆŁŁŠ ŁƒŁ„ Ų°ŁŠ Ų­Ł‚ Ų­Ł‚Ł‡.

(Kelompok Ketiga) Yg paling sempurna tingkatannya, adalah hamba yg dalam ketidaksadarannya ia sadar; yg dalam ketidakhadirannya ia hadir. Kebersamaannya dengan-Nya tidak menghalangi keterpisahannya dengan-Nya. Keterpisahannya dengan-Nya tidak menghalangi kebersamaannya dengan-Nya. Kefana’annya tidak menghalangi keabadiannya dan keabadiannya tidak menghalangi kefana’annya. Ia memberikan bagian kepada yg pantas mendapatkannya. Ia menunaikan hak kepada yg pantas mendapatkannya.

“Kebersamaannya dengan-Nya tidak menghalangi keterpisahannya dengan-Nya. Keterpisahannya dengan-Nya tidak menghalangi kebersamaannya dengan-Nya.” Maksudnya, bila melihat Khaliq, ia juga melihat makhluk; bila melihat makhluk, ia juga melihat Khaliq.

ā€œKefana’annya tidak menghalangi keabadiannya dan keabadiannya tidak menghalangi kefana’annya.ā€ Maksudnya, ia bersyukur kepada Khaliq juga bersyukur kepada makhluk. Ia tidak melupakan Khaliq sekalipun sedang berada di tengahĀ² makhluk.

Orang yg sampai pada maqam ini adalah Rasulullah Saw. dan para pewarisnya yg sempurna, seperti Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq ra. Wallaahu a’lam

16. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 16:

ŁˆŁ‚ŲÆ Ł‚Ų§Ł„ Ų£ŲØŁˆŲØŁƒŲ± Ų§Ł„ŲµŲÆŁŠŁ‚ Ų±Ų¶ŁŠ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲŖŲ¹Ų§Ł„ Ų¹Ł†Ł‡ Ł„Ų¹Ų§Ų¦Ų“Ų© Ų±Ų¶ŁŠ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł†Ł‡Ų§ Ł„Ł…Ų§ Ł†Ų²Ł„ŲŖ ŲØŲ±Ų§ Ų¦ŲŖŁ‡Ų§ Ł…Ł† Ų§Ł„Ų„ŁŁƒ Ų¹Ł„Ł‰ Ł„Ų³Ų§Ł† Ų±Ų³ŁˆŁ„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲµŁ„Ł‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…ŲŸ ŁŠŲ§Ų¹Ų§Ų¦Ų“Ų© Ų£Ų“ŁƒŲ±ŁŠ Ų±Ų³ŁˆŁ„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲµŁ„Ł‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…. ŁŁ‚Ų§Ł„ŲŖŲŸ ŁˆŲ§Ł„Ł„Ł‡ Ł„Ų§Ų£Ų“ŁƒŲ± Ų§Ł„Ų§ Ų§Ł„Ł„Ł‡. ŲÆŁ„Ł‡Ų§ Ų£ŲØŁˆ ŲØŁƒŲ± Ų±Ų¶ŁŠ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲŖŲ¹Ų§Ł„ Ų¹Ł†Ł‡ Ų¹Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ł…Ł‚Ų§Ł… Ų§Ł„Ų£ŁƒŁ…Ł„ Ł…Ł‚Ų§Ł… Ų§Ł„ŲØŁ‚Ų§Ų” Ų§Ł„Ł…Ł‚ŲŖŲ¶Ł‰ Ł„Ų„Ų«ŲØŲ§ŲŖ Ų§Ł„Ų¢Ų«Ų§Ų±. ŁˆŁ‚ŲÆŁ‚Ų§Ł„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲŖŲ¹Ų§Ł„Ł‰ŲŸ Ų£Ł† Ų§Ų“ŁƒŲ±Ł„Ł‰ ŁˆŁ„ŁˆŲ§ Ł„ŲÆŁŠŁƒ. ŁˆŁ‚Ų§Ł„ ŲµŁ„Ł‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł…ŲŸ Ł„Ų§ŁŠŲ“ŁƒŲ±Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ł…Ł† Ł„Ų§ŁŠŲ“ŁƒŲ± Ų§Ł†Ų§Ų³. ŁˆŁƒŲ§Ł†ŲŖ Ł‡ŁŠ ŁŁŠ Ų°Ł„Łƒ Ų§Ł„ŁˆŁ‚ŲŖ Ł…ŲµŲ·Ł„Ł…Ų© Ų¹Ł† Ų“Ų§Ł‡ŲÆŁ‡Ų§ŲŗŲ§Ų¦ŲØŲ© Ų¹Ł†Ų§Ł„Ų¢Ų«Ų§Ų± ŁŁ„Ł… ŲŖŲ“Ł‡ŲÆ Ų§Ł„Ų§ Ų§Ł„ŁˆŲ§Ų­ŲÆ Ų§Ł„Ł‚Ł‡Ų§Ų±.

Abu Bakar ash-Shiddiq ra. telah berkata kepada Aisyah ra. ketika Allah menurunkan ayat yg menerangkan kesucian Aisyah ra. dari tuduhanĀ² orang munafik, ā€œHai Aisyah, bersyukurlah (berterima kasihlah) kepada Rasulullah Saw.ā€ Jawab Aisyah ra., ā€œDemi Allah, aku tidak akan bersyukur melainkan kepada Allah.ā€ Di sini, Abu Bakar ra. menunjukkan kepada Aisyah ra. tingkat kedudukan yg lebih sempurna, yaitu maqam keabadian yg tetap mengakui adanya makhluk. Allah telah berfirman, ā€œBersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ayah-bundamu.ā€ Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, ā€œTidak bersyukur kepada Allah orang yg tidak berterima kasih terhadap sesama manusia.ā€ Akan tetapi, ketika itu, perasaan Aisyah ra. sedang tenggelam dalam lautan cahaya Ilahi sehingga ia lupa terhadap semua makhluk dan tidak melihat sesuatu, kecuali Dzat Allah Yang Esa dan Maha Kuasa.

Sayyidah Aisyah ra. diminta oleh Sayyidina Abu Bakar ra. agar berterima kasih kepada Rasulullah Saw. Karena keterbebasan Sayyidah Aisyah ra. dari tuduhan dusta orangĀ² munafik disebabkan oleh Rasulullah Saw. dan keberkahan Beliau.

Dengan demikian, Beliau layak disyukuri dan diberi ucapan terima kasih. Akan tetapi, Sayyidah Aisyah ra. justru menjawab, ā€œDemi Allah, aku tidak akan bersyukur melainkan kepada Allah.ā€ Hal itu dikarenakan, Sayyidah Aisyah ra. tengah tak sadarkan diri dan tenggelam dalam cahaya Ilahi. Ia tidak memandang kecuali hanya kepada Allah Ta’ala.

Sayyidina Abu Bakar ra. menunjukkan kepada Sayyidah Aisyah ra. tingkat maqam yg lebih sempurna, yaitu baqa’ (keabadian) yg tetap mengakui dan memandang adanya atsar (kebendaan atau makhluk). Di antara orang yg menduduki maqam ini adalah Rasulullah Saw. Makna memandang makhluk adalah berterima kasih kepada makhluk.

Kemudian, Sayyidina Abu Bakar ra. mendasari perlunya berterima kasih kepada makhluk dengan firman Allah Ta’ala, ā€œBersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ayah-bundamu,ā€ dan sabda Rasulullah Saw., ā€œTidak dianggap bersyukur kepada Allah, orang yg tidak berterima kasih kepada sesama manusia.ā€

Syukur atau terima kasih kepada manusia sebaiknya tetap diungkapkan. Secara tidak langsung, ini juga merupakan syukur atau terima kasih kepada Allah Ta’ala karena hanya Dia yg menggerakkan hati manusia. Syukur (terima kasih) kepada manusia tetap diperlukan karena mereka adalah perantara. Yg berbahaya adalah jika kita tetap bergantung kepada hamba dan melupakan Tuhan.

Sementara itu, Sayyidah Aisyah ra. ketika itu sedang terlepas dari perasaannya, terlepas dari sifat kemanusiaannya. Ia mengalami satu kondisi yg di saat itu ia hanya merasakan penampakan Allah Ta’ala padanya dengan sifat-Nya Yang Maha Memaksa sehingga ia tidak sadarkan diri dan tidak menyadari keberadaan makhluk. Oleh karena itu, ia tidak melihat kecuali kepada Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.

Kalimat ā€œketika ituā€ menandakan bahwa Sayyidah Aisyah ra. mengalami kondisi tersebut tidak setiap waktu, bahkan setelah itu, ia langsung naik ke maqam farq (perpisahan), yaitu maqam yg menuntunnya untuk melihat Allah Ta’ala sekaligus melihat makhluk. Wallaahu a’lam

17. Apa yang Allah Berikan kepada OrangĀ² ā€˜Arif dalam Shalat?

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 17:

“Apa yang Allah Berikan kepada OrangĀ² ā€˜Arif dalam Shalat?”

Ų„Ł† Ł‚Ų±ŲŖ Ų§Ł„Ų¹ŁŠŁˆŁ† ŲØŲ§Ł„Ų“Ł‡ŁˆŲÆ Ų¹Ł„Ł‰ Ł‚ŲÆŲ± Ų§Ł„Ł…Ų“Ł‡ŁˆŲÆŲŒ ŁŲ§Ł„Ų±Ų³ŁˆŁ„ ŲµŁ„ŁˆŲ§ŲŖ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ų§Ł…Ł‡ Ł„ŁŠŲ³ Ł…Ų¹Ų±ŁŲ© ŲŗŁŠŲ±Ł‡ ŁƒŁ…Ų¹Ų±ŁŲŖŁ‡ ŁŁ„ŁŠŲ³ Ł‚Ų±Ų© Ų¹ŁŠŁ† ŁƒŁ‚Ų±ŲŖŁ‡ŲŒ ŁˆŲ„Ł†Ł…Ų§ Ł‚Ł„Ł†Ų§ Ų„Ł† Ł‚Ų±Ų© Ų¹ŁŠŁ†Ł‡ ŁŁŠ ŲµŁ„Ų§ŲŖŁ‡ ŲØŲ“Ł‡ŁˆŲÆŁ‡ Ų¬Ł„Ų§Ł„ Ł…Ų“Ł‡ŁˆŲÆŁ‡ŲŒ Ł„Ų£Ł†Ł‡ Ł‚ŲÆŲ£Ų“Ų§Ų± Ų„Ł„Ł‰ Ų°Ł„Łƒ ŲØŁ‚ŁˆŁ„Ł‡ ((ŁŁŠ Ų§Ł„ŲµŁ„Ų§Ų©)) ŁˆŁ„Ł… ŁŠŁ‚Ł„ ((ŲØŲ§Ł„ŲµŁ„Ų§Ų©)) Ų„Ų°Ł‡Łˆ ŲµŁ„ŁˆŲ§ŲŖ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ų§Ł…Ł‡ Ł„Ų§ŲŖŁ‚Ų± Ų¹ŁŠŁ†Ł‡ ŲØŲŗŁŠŲ± Ų±ŲØŁ‡ŲŒ ŁˆŁƒŁŠŁ ŁˆŁ‡Łˆ ŁŠŲÆŁ„ Ų¹Ł„Ł‰ Ł‡Ų°Ų§ Ų§Ł„Ł…Ł‚Ų§Ł… ŁˆŁŠŲ£Ł…Ų±ŲØŁ‡ Ł…Ł† Ų³ŁˆŲ§Ł‡ ŲØŁ‚ŁˆŁ„Ł‡ ŲµŁ„ŁˆŲ§ŲŖ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ų§Ł…Ł‡ŲŒ :((Ų£Ų¹ŲØŲÆŲ§Ł„Ł„Ł‡ ŁƒŲ£Ł†Łƒ ŲŖŲ±Ų§Ł‡)). ŁˆŁ…Ų­Ų§Ł„ Ų£Ł† ŁŠŲ±Ų§Ł‡ ŁˆŁŠŲ“Ł‡ŲÆ Ł…Ų¹Ł‡ Ų³ŁˆŲ§Ł‡.

Sesungguhnya, qurratul ā€˜ain (cahaya mata/kesenangan) didapat dengan melihat kebesaran Allah. Itu menurut kadar kekuatan makrifat seseorang terhadap sosok yg disaksikannya (Allah). Makrifat Rasulullah Saw. tentang Tuhannya tidak dapat disamakan dengan makrifat orang lain. Oleh karena itu, tidak ada cahaya mata dan kesenangan seperti cahaya mata dan kesenangan Beliau. Kami katakan bahwa cahaya mata (kesenangan) Rasulullah Saw. ada dalam shalat karena di saat itu Beliau melihat kebesaran Allah. Beliau sendiri yg menegaskan hal itu dalam sabdanya ā€œdi dalam shalatā€. Beliau tidak bersabda ā€œdengan shalatā€. Beliau tidak puas (senang hatinya) dengan selain Tuhannya. Bagaimana tidak, Beliau sendiri yg menyatakan maqam itu dan menganjurkan kita untuk meraihnya, yaitu dalam sabdanya, ā€œSembahlah Allah seakan-akan engkau melihat kepada-Nya.ā€ Namun, mustahil seseorang bisa melihat Allah jika masih disertai dengan melihat selain-Nya.

Ketika ditanya tentang sabda Rasulullah Saw., ā€œDan cahaya mataku ditetapkan dalam shalat,ā€ Syaikh Ibnu Atha’illah menjawab, ā€œCahaya mata adalah metafor dari kebahagiaan yg sangat dan kenikmatan yg tak terhingga. Seakan Beliau bersabda, ā€˜Kebahagiaanku yg paling puncak dan kenikmatanku yg paling tinggi ada dalam shalat,ā€™ karena saat shalat, Rasulullah Saw. hanya melihat Tuhan.ā€

Lantas, apakah hal itu berlaku khusus hanya pada diri Beliau ataukah bisa pula berlaku pada selain Beliau?

Syaikh Ibnu Atha’illah menjawab, ā€œSesungguhnya, cahaya mata (qurratul ā€˜ain) bisa diraih dengan syuhud atau dengan melihat Allah Ta’ala dan keindahan-Nya.ā€

Jika ada orang yg berkata, ā€œAdakalanya kesenangan (cahaya mata) itu dikarenakan shalat (dengan shalat) sebab shalat adalah karunia Allah Ta’ala dan datang dari sumbernya langsung. Bagaimana mungkin Beliau tidak senang dengan shalat dan bagaimana mungkin shalat tidak menjadi puncak kesenangan Beliau, sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman, ā€˜Katakanlah, hanya dengan (karena) karunia dan rahmat Allah itulah mereka harus bergembira?ā€™ā€ Jawaban yg tepat atas pernyataan tersebut adalah, ā€œKetahuilah bahwa ayat di atas justru menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut. Itu sangat jelas bagi orang yg memperhatikan rahasia kalimatnya. Allah Ta’ala berfirman, ā€˜Maka dengan itulah, mereka harus bergembira.ā€™ Seakan Dia berkata, ā€˜Katakan kepada mereka supaya mereka bergembira dengan pemberian dan karunia itu.ā€™ Sebagaimana firman-Nya dalam ayat lain, ā€˜Katakanlah: Allah, kemudian biarkan mereka dalam kesibukan mereka berkecimpung.ā€™ā€

Shalat merupakan karunia Allah Ta’ala yg terbesar untuk hamba-Nya, sebagaimana tersebut dalam sabda Rasulullah Saw. Tak ada pemberian yg lebih baik bagi seorang hamba di dunia daripada di izinkannya ia untuk shalat dua raka’at. Hal itu dikarenakan, shalat adalah media kontak langsung antara hamba dengan Allah Ta’ala dan tempat hamba untuk bertemu, bercakap-cakap, dan ber- khalwat dengan-Nya. Di dalam shalat itu, seseorang menyatakan kehambaannya, kerendahan, kehinaan, hajat, dan kebutuhannya kepada Tuhannya. Wallaahu a’lam

18. Tiga Macam Manusia dalam Menyikapi Pemberian Tuhan

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 18:

“Tiga Macam Manusia dalam Menyikapi Pemberian Tuhan”

Ų§Ł„Ł†Ų§Ų³ ŁŁŠ ŁˆŲ±ŁˆŲÆŲ§Ł„Ł…Ł†Ł† Ų¹Ł„Ł‰ Ų«Ł„Ų§Ų«ŲŖ Ų£Ł‚Ų³Ų§Ł…ŲŸ ŁŲ±Ų­ ŲØŲ§Ł„Ł…Ł†Ł† Ł„Ų§Ł…Ł† Ų­ŁŠŲ« Ł…Ł‡ŲÆŁŠŁ‡Ų§ ŁˆŁ…Ł†Ų“Ų¦Ł‡Ų§ ŁˆŁ„ŁƒŁ† ŲØŁˆŲ¬ŁˆŲÆ Ł…ŲŖŲ¹ŲŖŁ‡ ŁŁŠŁ‡Ų§ŲŒ ŁŁ‡Ų°Ų§ Ł…Ł† Ų§Ł„ŲŗŲ§ŁŁ„ŁŠŁ† ŁŠŲµŲÆŁ‚ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ Ł‚ŁˆŁ„Ł‡ ŲŖŲ¹Ų§Ł„Ł‰: Ų­ŲŖŁ‰ ŁŲ±Ų­ŁˆŲ§ŲØŁ…Ų§ Ų£ŁˆŲŖŁˆŲ§ Ų£Ų®Ų°Ł†Ų§Ł‡Ł… ŲØŲŗŲŖŲ©. ŁˆŁŲ±Ų­ ŲØŲ§Ł„Ł…Ł†Ł† Ł…Ł† Ų­ŁŠŲ« Ų£Ł†Ł‡ Ų“Ł‡ŲÆŁ‡Ų§ Ł…Ł†Ų© Ł…Ł…Ł† Ų£Ų±Ų³Ł„Ł‡Ų§ ŁˆŁ†Ų¹Ł…Ų© Ł…Ł…Ł† Ų£ŁˆŲµŁ„Ł‡Ų§ ŁŠŲµŲÆŁ‚ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ Ł‚ŁˆŁ„Ł‡ ŲŖŲ¹Ų§Ł„Ł‰: Ł‚Ł„ ŲØŁŲ¶Ł„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŁˆŲØŲ±Ų­Ł…ŲŖŁ‡ ŁŲØŲ°Ł„Łƒ ŁŁ„ŁŠŁŲ±Ų­ŁˆŲ§ Ł‡Łˆ Ų®ŁŠŲ± Ł…Ł…Ų§ ŁŠŲ¬Ł…Ų¹ŁˆŁ†. ŁˆŁŲ±Ų­ ŲØŲ§Ł„Ł„Ł‡ Ł…Ų§Ų“ŲŗŁ„Ł‡ Ł…Ł† Ų§Ł„Ł…Ł†Ł† ŲøŲ§Ł‡Ų± Ł…ŲŖŲ¹ŲŖŁ‡Ų§ ŁˆŁ„Ų§ŲØŲ§Ų·Ł† Ł…Ł†ŲŖŁ‡Ų§ ŲØŁ„ Ų“ŲŗŁ„Ł‡ Ų§Ł„Ł†ŲøŲ± Ų„Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų¹Ł…Ų§ Ų³ŁˆŲ§Ł‡ ŁˆŲ§Ł„Ų¬Ł…Ų¹ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁŁ„Ų§ ŁŠŲ“Ł‡ŲÆ Ų§Ł„Ų§ Ų„ŁŠŲ§Ł‡ ŁŠŲµŲÆŁ‚ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ Ł‚ŁˆŁ„Ł‡ ŲŖŲ¹Ų§Ł„Ł‰: Ł‚Ł„ Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų«Ł… Ų°Ų±Ł‡Ł… ŁŁŠ Ų®ŁˆŲ¶Ł‡Ł… ŁŠŁ„Ų¹ŲØŁˆŁ†.

Di dalam menghadapi nikmat Allah, manusia terbagi tiga. Pertama, orang yg gembira dengan nikmat, bukan karena melihat siapa yg memberikannya, tetapi semata-mata karena kelezatan nikmat itu yg memuaskan hawa nafsunya maka ia termasuk orang lalai (ghafil). Orang ini sesuai dengan firman Allah, ā€œSehingga bila mereka telah puas gembira dengan apa yg diberikan itu, Kami tangkap mereka dengan tibaĀ² (Kami siksa mereka dengan tibaĀ²).ā€ Kedua, orang yg gembira dengan nikmat karena ia merasa bahwa nikmat itu adalah karunia yg diberikan Allah kepadanya. Orang ini sesuai dengan firman-Nya, ā€œKatakanlah, karena merasa mendapat karunia dan rahmat Allah maka dengan itulah mereka harus gembira. Yg demikian itu lebih baik dari apa yg mereka kumpulkan.ā€ Ketiga, orang yg hanya bergembira dengan Allah, bukan karena karunia-Nya. Ia tidak terpengaruh oleh kelezatan lahir dan batin nikmat itu karena ia hanya sibuk memperhatikan Allah sehingga ia tercukupi dari segala hal selain-Nya. Dengan demikian, tidak ada yg terlihat padanya, kecuali Allah. Orang ini sesuai dengan firman-Nya, ā€œKatakanlah, ā€˜Hanya Allahā€™, kemudian biarkan mereka dalam kesibukan mereka berkecimpung (mainĀ²).ā€

Golongan pertama penerima nikmat Allah Ta’ala itu seperti hewan yg makan dan minum tanpa mengingat Tuhannya. Setiap kali mereka diberi nikmat maka kelalaiannya terus bertambah dan mereka tidak pernah bersyukur kepada Allah Ta’ala. Akibatnya, Allah Ta’ala akan menyiksa mereka dengan tibaĀ².

Golongan kedua, keadaan mereka pun masih kurang sempurna karena masih menoleh ke arah nikmat itu dan masih merasa bahagia dengannya. la masih merasa senang dengan nikmat kendati ia mengetahui bahwa nikmat itu bersumber dari Allah Ta’ala.

Golongan ketiga, mereka hanya bergembira dengan Allah Ta’ala, bukan dengan karunia-Nya. Mereka tidak terdorong untuk menikmati kelezatan lahir nikmat itu. Mereka juga tidak pernah menganggap bahwa wujud nikmat itu adalah bukti perhatian dan pertolongan Allah Ta’ala kepada mereka. Wallaahu a’lam

19. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 19:

ŁˆŁ‚ŲÆ Ų£ŁˆŲ­Ł‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ ŲŖŲ¹Ų§Ł„Ł‰ Ų„Ł„Ł‰ ŲÆŲ§ŁˆŲÆ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ Ų§Ł„ŲµŁ„Ų§Ų© ŁˆŲ§Ł„Ų³Ł„Ų§Ł…Ų› ŁŠŲ§ŲÆŲ§ŁˆŲÆ Ł‚Ł„ Ł„Ł„ŲµŲÆŁŠŁ‚ŁŠŁ† ŲØŁŠ ŁŁ„ŁŠŁŲ±Ų­ŁˆŲ§ ŁˆŲØŲ°ŁƒŲ±ŁŠ ŁŁ„ŁŠŲŖŁ†Ų¹Ł…ŁˆŲ§.

Allah telah mewahyukan kepada Nabi Daud as., ā€œHai Daud, katakanlah kepada orangĀ² shiddiqin, dengan Aku menyertai mereka, hendaknya bersenang gembira, dan dengan berdzikir menyebut nama-Ku, hendaknya mereka merasakan nikmat.ā€

Allah Ta’ala mewahyukan kepada Nabi Daud as., ā€œHai Daud, katakanlah kepada orangĀ² shiddiqin.ā€ Shiddiqin ialah orangĀ² yg jujur dalam ucapan, perbuatan, dan ahwal -nya.

ā€œDengan Aku menyertai mereka, hendaknya mereka bersenang gembira,ā€ berarti, hendaknya mereka senang dan bahagia hanya dengan-Ku, bukan dengan selain-Ku, karena Aku adalah Tuhan dan mereka adalah hambaĀ²Ku. Mereka dituntut untuk membebaskan diri dari sifatĀ² kemanusiaannya.

Dikisahkan, suatu hari ā€˜Utbah kecil menemui Rabiā€™ah al-Adawiyah. Ia mengenakan pakaian baru dan berjalan dengan berlenggak-lenggok, tidak seperti biasanya. Kemudian, Rabiā€™ah berkata kepadanya, ā€œWahai ā€˜Utbah, apa yg kau lakukan? Mengapa kesombongan dan keangkuhan yg tak pernah kulihat sebelumnya tampak pada dirimu hari ini?ā€

ā€˜Utbah menjawab, ā€œWahai Rabiā€™ah, siapa lagi yg lebih berhak dengan kesombongan ini dariku? Sekarang aku telah memiliki Tuhan dan aku telah menjadi hamba-Nya.ā€

ā€œDan dengan berdzikir menyebut nama-Ku, hendaknya mereka merasakan nikmat,ā€ bermakna, hendaknya mereka tidak menikmati, kecuali dzikir mengingat-Ku, bukan mengingat kenikmatan dunia dan syahwatnya. Orang yg sibuk dengan dzikir mengingat Allah Ta’ala akan mengalami kenikmatan dan kedekatan dengan Allah Ta’ala yg tak tertandingi oleh kenikmatan dunia apa pun. Wallaahu a’lam

20. Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 20:

ŁˆŲ§Ł„Ł„Ł‡ ŁŠŲ¬Ų¹Ł„ ŁŲ±Ų­Ł†Ų§ ŁˆŲ„ŁŠŲ§ŁƒŁ… ŲØŁ‡ ŁˆŲØŲ§Ł„Ų±Ų¶Ų§ Ł…Ł†Ł‡ ŁˆŲ£Ł† ŁŠŲ¬Ų¹Ł„Ł†Ų§ Ł…Ł† Ų£Ł‡Ł„ Ų§Ł„ŁŁ‡Ł… Ų¹Ł†Ł‡ ŁˆŲ£Ł† Ł„Ų§ŁŠŲ¬Ų¹Ł„Ł†Ų§ Ł…Ł† Ų§Ł„ŲŗŲ§ŁŁ„ŁŠŁ† Ł…Ų£Ł† ŁŠŲ³Ł„Łƒ ŲØŁ†Ų§ Ł…Ų³Ų§Ł„Łƒ Ų§Ł„Ł…ŲŖŁ‚ŁŠŁ† ŲØŁ…Ł†Ł‡ Ł…ŁƒŲ±Ł…Ł‡.

Semoga Allah menjadikan kesenangan kami dan kalian hanya dengan-Nya dan dengan rela terhadap segala yg datang dari-Nya. Semoga Allah menjadikan kita dari golongan orangĀ² yg mengerti segala sesuatu tentang Allah dan tidak menjadikan kita dari golongan orangĀ² yg lalai. Semoga Allah menjadikan kita berada di jalan orangĀ² muttaqin dengan karunia dan kemurahan-Nya.

Wahai saudaraĀ² pembaca suratku ini, semoga Allah Ta’ala menjadikan kesenangan dan kegembiraan kita semua hanya dengan Allah Ta’ala dan rela terhadap segala hal yg bersumber dari Allah Ta’ala atau hanya dengan kenikmatan yg dihasilkan dari musyahadah yg berlangsung terus-menerus. Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk golongan orangĀ² yg paham dan mengerti segala sesuatu tentang Allah Ta’ala. Mereka adalah orangĀ² yg memahami maksud dan keinginan Allah Ta’ala dari mereka, yaitu agar mereka menuju kepada-Nya dan sibuk melayani-Nya. Mereka memahami bahwa Allah Ta’ala selalu hadir bersama mereka dan mengawasi segala gerak dan diam mereka. Mereka juga memahami bahwa Allah Ta’ala Maha Mengatur segala sesuatu dan bahwa segala sesuatu itu awalnya tidak ada. Oleh karena itu, mereka tidak pernah menoleh kepada makhluk atau kebendaan dalam mencari manfaat dan menghindari mudharat.

Mereka juga memahami bahwa Allah Ta’ala selalu bersama mereka dengan Dzat-Nya, bukan dengan ilmu-Nya, sebagaimana yg dipahami oleh orangĀ² yg terhalang tirai dan yg hanya pandai mencari dalil dan bukti tentang wujud Allah Ta’ala.

Semoga Allah Ta’ala tidak menjadikan kita dari golongan orangĀ² yg lalai karena sibuk dengan alam semesta dan kebendaan. Mereka tidak memahami maksud dan keinginan Allah Ta’ala dari mereka sehingga mereka tidak mau melakukan ketaatan kepada-Nya. Kalaupun mereka taat, itu hanya pada penampilan lahir mereka, tidak dari dalam hati.

Semoga Allah Ta’ala menuntun kami menapaki jalan orangĀ² muttaqin dengan karunia dan kemurahan-Nya. Merekalah orangĀ² yg menghindari segala sesuatu selain Allah Ta’ala sehingga mereka tidak menoleh kepadanya dalam mencari manfaat dan menghindari mudharat dan mereka tak pernah lalai kepada-Nya sekelipan mata sekalipun. Ini adalah maqam tertinggi ketakwaan. Mereka adalah orang yg berjalan di jalan muttaqin dengan kemurahan dan karunia Allah Ta’ala, bukan dengan sebabĀ² tertentu yg mendorong mereka untuk itu. Wallaahu a’lam

Daftar Isi

Sabilus Salikin

Sabilus Salikin atau Jalan Para Salik ini disusun oleh santri-santri KH. Munawir Kertosono Nganjuk dan KH. Sholeh Bahruddin Sengonagung Purwosari Pasuruan.
All articles loaded
No more articles to load

Sabilus Salikin

Sabilus Salikin atau Jalan Para Salik ini disusun oleh santri-santri KH. Munawir Kertosono Nganjuk dan KH. Sholeh Bahruddin Sengonagung Purwosari Pasuruan.
All articles loaded
No more articles to load

Tingkatan Alam Menurut Para Sufi

“Tingkatan Alam Menurut Para Sufi” ŁŁŽŲ„ŁŲ°ŁŽŲ§ Ų³ŁŽŁˆŁ‘ŁŽŁŠŁ’ŲŖŁŁ‡ŁŪ„ ŁˆŁŽŁ†ŁŽŁŁŽŲ®Ł’ŲŖŁ ŁŁŁŠŁ‡Ł Ł…ŁŁ†Ł’ Ų±Ł‘ŁŁˆŲ­ŁŁ‰ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ¹ŁŁˆŲ§ Ł„ŁŽŁ‡ŁŪ„ Ų³Ł°Ų¬ŁŲÆŁŁŠŁ†ŁŽ “Maka…

Islam, Iman dan Ihsan

Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų¹ŁŁ…ŁŽŲ±ŁŽ Ų±ŁŽŲ¶ŁŁŠŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ†Ł’Ł‡Ł Ų£ŁŽŁŠŁ’Ų¶Ų§Ł‹ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ : ŲØŁŽŁŠŁ’Ł†ŁŽŁ…ŁŽŲ§ Ł†ŁŽŲ­Ł’Ł†Ł Ų¬ŁŁ„ŁŁˆŁ’Ų³ŁŒ Ų¹ŁŁ†Ł’ŲÆŁŽ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ł„Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŲµŁŽŁ„ŁŽŁ‘Ł‰…

Hidup Ini Terlalu Singkat

Postingan yg indah dari Bunda Amanah: Bismillahirrahmanirrahim. “Hidup ini Terlalu Singkat” Oleh: Siti Amanah Hidup…
All articles loaded
No more articles to load

Mengenal Yang Mulia Ayahanda Guru

Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin al-Khalidi qs.

Silsilah Kemursyidan

Dokumentasi

Download Capita Selecta

Isra' Mi'raj (Rajab)

26 Jan - 05 Feb

Ramadhan

30 Mar - 09 Apr

Hari Guru & Idul Adha

20 Jun - 30 Jun

Muharam

27 Jul - 06 Ags

Maulid Nabi

28 Sep - 08 Okt

Rutin

30 Nov - 10 Des

14. OrangĀ² Khashah (Istimewa)

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 14: “OrangĀ² Khashah (Istimewa)” ŁˆŲµŲ§Ų­ŲØ Ų­Ł‚ŁŠŁ‚Ų© ŲŗŲ§ŲØ Ų¹Ł†…
All articles loaded
No more articles to load

14. OrangĀ² Khashah (Istimewa)

Surat Syaikh Ibnu Atha’illah Untuk Sahabatnya – 14: “OrangĀ² Khashah (Istimewa)” ŁˆŲµŲ§Ų­ŲØ Ų­Ł‚ŁŠŁ‚Ų© ŲŗŲ§ŲØ Ų¹Ł†…
All articles loaded
No more articles to load
All articles loaded
No more articles to load

Kontak Person

Mulai perjalanan ruhani dalam bimbingan Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sayyidi Syaikh Ahmad Farki al-Khalidi qs.

Abangda Teguh

Kediri, Jawa Timur

Abangda Tomas

Pangkalan BunĀ 

Abangda Vici

Kediri, Jawa Timur